Monday, May 11, 2009

Kemenangan Para Pemodal

mediaumat.com.Pemilu legislatif 2009 tidak memberi harapan baru kepada rakyat. Pemilu hanya sekadar pesta para pemodal untuk menguasai Indonesia.

Ni Putu Lilik Helia-wati (45), caleg nomor tiga Partai Hanura untuk DPRD Buleleng, meninggal dunia secara men-dadak di rumahnya Desa Beng-kel, Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Kamis (9/4) malam sekitar pukul 23.30 Wita. Dialah caleg pertama yang menjadi koraban 
ganasnya demokrasi. Ia diduga meninggal akibat serang-an jantung setelah menerima telepon dari tim suksesnya bahwa perolehan suara yang bersangkutan tidak memenuhi harapan.

Wanita asal Desa Bengkel, Busungbiu, seperti dikutip Kom-pas (10/4), mengembuskan nafas dalam perawatan intensif di UGD RS Wijaya Kusuma, Seririt, Kabu-paten Buleleng. Pemilu legislatif 
di Pulau Dewata ini diikuti total 5.065 calon anggota legislatif dari 36 partai politik dengan memperebutkan 390 kursi di DPRD tingkat kabupaten dan provinsi. Artinya, ada4.675 caleg yang gagal memperebutkan kursi dewan di Bali.

Munculnya caleg stres ini sudah diduga sebelumnya. Mere-ka tak mampu menghadapi kekalahan dan tekanan karena telah mengeluarkan uang dalam jumlah banyak. Di Kabupaten Garut misalnya, seorang caleg Partai Bintang Reformasi (PBR) daerah pemilihan (dapil) II, Iip, tiba-tiba menutup badan jalan Pinggirsari yang menghubung-kan Kec. Sukawening dengan Kec. Pangatikan, Jumat (10/4).

Tindakan Iip itu diduga sebagai buntut kekecewaan terhadap warga pemilih karena dirinya tidak dicontreng pada surat suara di sekitar tempat pemungutan suara (TPS) tempat tinggalnya. Di TPS tempat ting-galnya ia tak mendapat suara satu pun. Pada malam hari usai penghitungan suara berlang-sung, Iip sempat menutup ruas jalan yang sama dengan batang kayu yang ditempatkan melin-tang di tengah jalan. "Dia menu-tup jalan dengan batang kayu sekitar Kamis (9/4) menjelang tengah malam. Bahkan, pagi tadi, (10/4), dia sempat menggali jalan yang sama,” ujar Dindin, petugas Kec. Sukawening.

Masih di Garut, dua caleg dari dua parpol berbeda marah besar sambil berteriak meng-hujat tim suksesnya. Faktor penyebabnya juga sama. Kedua-nya kalah meskipun telah mene-bar uang sebelum pemungutan suara pada salah satu TPS di wilayah Kecamatan Wanaraja, Garut. Namun, setelah dilakukan penghitungan suara, hasil se-mentara menunjukkan mereka keok atau kalah telak. Keduanya sempat ditenangkan sekaligus diamankan di Polsek setempat. Keduanya kemudian dibebaskan.

Fenomena caleg stres ini sudah diduga sebelumnya. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, FKUI, RSCM, dr Ari Fahrial Syam, seperti dikutip Republika mem-prediksi angka caleg yang meng-alami stres akan mencapai 50 persen. Mereka ini terutama yang bukan berasal dari kalangan politikus. Menurutnya, para caleg yang ikut dalam pesta demokrasi saat ini tidak memperhitungkan dampak yang akan dihadapinya. Mereka tidak menyadari kalau peluang masuk sebagai anggota dewan sangat kecil hanya sebesar lima persen. Di sisi lain, mereka berharap besar bisa lolos masuk anggota legislatif.



Partai Kaya Menang

Kekalahan para caleg yang tidak memiliki modal atau modal cekak ini pun sebangun dengan partai-partainya. Partai-partai besar yang didukung oleh sum-ber dana besar memenangi pemilihan calon anggota legis-latif. Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count), partai-partai besar menguasai suara rakyat. Mereka adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Demo-krasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Selama ini partai-partai itu dikenal memiliki modal yang besar karena di dalamnya banyak para pengusaha yang bergabung atau memiliki link dengan para pengusaha.

Kemenanganan besar di-raih Partai Demokrat. Peroleh-annya hampir tiga kali lipat perolehan suara mereka pada pemilu legislatif pada tahun 2004. Pengamat politik Boni Hargens menilai kesuksesan partai yang lahir di era reformasi ini tidak lepas dari peran Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Lebih dari itu, menurutnya, 
ada disain secara sistematis untuk memenangkan partai ini. Ini bisa dilihat dari diamnya Badan Pengawas Pemilu (Bawas-lu) terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan partai tersebut. Bawaslu tidak berani menindak SBY yang sering menggunakan kesempatannya sebagai kepala negara untuk berkampanye.

“Saya kira semua sudah bekerja untuk Yudhoyono. Misal-nya KPU itu ngapain datang ke Cikeas saat pemilihan. Itu kampret Anshary (Abdul Hafiz Anshari, Ketua KPU--red), apa hubungannya? Saya kira ini pemilu yang by design dan sistematis untuk mendukung SBY. Wajar kalau muncul kemarahan di mana-mana,” jelas Boni kepada Media Umat.

Selain itu, lanjutnya, 
SBY menunggangi program menteri-nya dan program negara. Semua diklaim sebagai milik Partai Demokrat karena posisi SBY. Masyarakat yang dalam keadaan bingung tidak ada pilihan lain. “Ini murni manipulasi kesadaran masyarakat,” jelasnya.

Meski demikian, Partai Golkar tampaknya tak terlalu mempermasalahkan itu. Melalui Ketua Umumnya Jusuf Kalla, partai yang selalu memenangi pemilu sebelumnya ini meng-ucapkan selamat atas keme-nangan Partai Demokrat berdasarkan hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survei. Ucapan itu disampaikan Kalla yang juga wakil presiden kepada SBY via telepon. SBY menyatakan bahwa ini adalah kemenangan mereka bersama.

Namun PDI-P yang di perhitungan cepat menduduki posisi ketiga belum memberikan selamat secara resmi. Ucapan selamat hanya disampaikan oleh pribadi-pribadi partai berlambang banteng ini. Isu yang berkembang menyebutkan partai ini sedang mempersiapkan diri untuk mempermasalahkan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan penyelenggara Pemilu.

Di luar tiga besar itu, bertengger Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Per-satuan Pembangunan (PPP), Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Mereka ini diperkirakan bisa mendampingi tiga partai besar untuk duduk di parlemen karena berhasil meraih lebih dari 2,5 persen, batas parliamentary threshold. Sedangkan 29 partai nasional lainnya tak memperoleh kursi di DPR.



Partai Islam Kalah

Dari partai-partai Islam dan berbasis massa Islam, hanya PKS yang mampu mempertahankan perolehannya pada pemilu sebelumnya. Yang lain seperti PAN, PKB, PPP perolehan suaranya turun. Sedangkan PBB, PBR, PKNU, dan PMB malah terseok.

Pengamat politik Arie Sujito, kepada detikcom (9/4), mengatakan bahwa dukungan kepada partai berbasis agama semakin menyusut. Politik kian semakin pragmatis,” katanya. Pragmatisme politik ini diikuti oleh pragmatisme pemilih. Mereka cenderung memilih partai yang terlihat relatif terbuka. “Kecenderungan politik di Indonesia, 
identitas tidak begitu laku. Dan meskipun tiga partai besar itu bukan tipe partai ideal, tapi partai yang selama ini mampu menjawab tren politik,” jelasnya.

Ia menjelaskan, selama ini pun 
partai-partai yang berbasis agama hanya sekadar simbol saja. Tapi pada prakteknya tetap seperti pada partai politik pada umumnya. Dan ini kemudian yang dilihat rakyat. “Sampelnya, mereknya agama. Tapi cara mereka berkoalisi dan menyampaikan agenda tidak mencerminkan partai agama, tapi partainya pragmatis,” tandasnya.

Demikian juga dengan PKS, menurutnya bila kemudian partai ini tergoda dengan hal yang pragmatis, maka nasibnya akan sama dengan partai-partai berbasis agama lainnya yang mengalami penurunan, atau tidak lolos sama sekali. “Lama-lama PKS akan mengalami hal sama, bila tergoda dengan koalisi tidak jelas dan melayani kepentingan elit jangka pendek,” imbuhnya.

Senada dengan Arie, pakar ilmu sosial dari Unpad Prof Djadja Saifullah menyebutkan parpol Islam kalah karena tidak mem-bawa aspirasi umat untuk perubahan yang lebih baik. 
“Apakah parpol yang berazas Islam itu betul-betul membawa amanat umat?”Katanya.

Soalnya di dalam kampanyenya, lanjut Djadja, mereka juga terbawa kepada hal-hal yang klasik. Berbeda sekali dengan parpol Islam di tahun 1950-an. Menurutnya, saat itu, betul-betul azas partainya itu terlihat dalam perilaku sehari-harinya elite-elite parpolnya. “Kalau sekarang, mohon maaf, hampir tidak ada yang seperti itu,” ungkapnya.

Jebloknya perolehan suara partai-partai Islam ini sebenarnya sudah bisa diduga sebelumnya. Dalam sebuah diskusi di Jakarta menjelang pemilu, peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengata-kan partai Islam akan kehilangan banyak suara. Ini disebabkan mereka gagal dalam mengangkat isu-isu ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi permasalahan mendasar bangsa Indonesia. 
Partai-partai Islam tidak mampu men-jawab tantangan masa depan.



Koalisi

Penghitungan resmi KPU belum keluar, tapi berbagai perhitungan telah dilakukan oleh partai-partai baik yang menang maupun yang kalah. Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu menjadi magnet bagi partai lainnya untuk mendekat. Latar belakang partai tak lagi jadi ukuran. Demokrat pun kian jual mahal.

Merasa telah menang, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat SBY mengajukan syarat untuk koalisi. Dia menyatakan, format koalisi harus menjamin pemerintahan yang efektif dalam lima tahun ke depan. Ia mengatakan partainya terbuka berkoalisi dengan partai politik mana pun. Namun, pihaknya tidak akan memaksakan berkoalisi dengan partai politik yang sudah terang-terangan menolak bekerja sama dengan Partai Demokrat.

Partai Golkar yang semula ingin mengajukan Jusuf Kalla sebagai presiden, tampaknya mengurungkan niatnya. Berbagai lobi dilakukan agar Kalla kembali bisa disandingkan dengan SBY. Selama ini Golkar dikenal sebagai partai pemerintah dan tak pernah menjadi partai oposisi. Namun SBY pun belum menjamin ia akan kembali bersama Kalla.

Di luar itu PKS telah mengelus Hidayat Nur Wahid sebagai wakil presiden. Bahkan untuk memuluskan rencana itu, sebelum pemilu berlangsung PKS dengan terang-terangan menya-takan mendukung SBY sebagai presiden untuk masa 2009-2014. “Apapun partainya, presidennya SBY,” begitu jargon yang didengungkan.

Memang sebagian parpol seperti PKB, PKS, PAN, PKPI, Pelopor, dan PBB diakui SBY telah berkomunikasi dengan partainya baik secara informal, langsung maupun tidak langsung. Komu-nikasi tersebut akan diintensifkan sehingga ada kesepakatan koalisi yang kuat.

Sementara itu, munculnya koalisi pro Demokrat akan disaingi oleh PDI-P. Partainya Megawati ini sedang serius menjalin komunikasi politik dengan Partai Gerindra dan Partai Hanura. Hanya saja, proses pen-jajakan yang dilakukan oleh partai-partai yang anti Demokrat ini tidak sekental kubu Demokrat.

Di luar itu, kini muncul kisruh pemilu di mana-mana. Komisi Pemilihan Umum (KPU) terancam digugat. Beberapa pihak mengkhawatirkan akan terjadi sesuatu dengan Indo-nesia. 



Tidak Ada Perubahan

Lepas dari hiruk pikuk koalisi dan euphoria kemenangan partai-partai kaya, sebenarnya tidak akan perubahan yang berarti terhadap nasib rakyat. “
Saya yakin tidak ada perubahan. Saya kira akan sama saja. Dia tidak akan peduli dengan nasib rakyat,” kata Boni Hargens.

Secara logika, kemenangan partai-partai sekuler termasuk partai Islam yang lolos parliamentary threshold itu sangat ditentukan oleh modal/uang. Karenanya, 
menurut Revrison Baswir, demokrasi liberal adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemodal untuk merebut jabatan-jabatan publik.

Dapat diduga akan terjadi intervensi pemiliki modal dalam pemerintahan. Ini terjadi karena partai-partai telah berutang budi kepada para pemodal. 
Kekuasaan akan melakukan praktek balas budi. “Jadi sudah pasti kebijakan pemerintah akan berpihak kepada kepentingan modal. Ada transaksi imbal balik. Ada sekelompok orang disokong menjadi penguasa, kemudian penguasa akan membuat kebijakan yang menguntungkan kaum pemodal itu,” katanya.

Ke depan, rakyat akan kembali gigit jari karena pemerintah lebih memperhatikan kepentingan pemodal yang telah mendukung mereka mempertahankan kekuasaannya. Akibat lebih buruknya, 
Indonesia akan kembali dikuasai oleh kaum kapitalis yang notabene mereka adalah pemodal asing. Maka jangan kaget bila nanti BUMN dijual kepada asing dan akan lahir perundang-undangan yang pro kepada para kapitalis dan pihak asing.

Dalam kondisi itu, 
partai Islam pun tak banyak punya peran sebab mereka telah berutang budi kepada partai sekuler yang telah menggandengnya untuk berkoalisi. Walhasil, mereka hanya menjadi penggembira dan ini berbahaya bagi perkembangan Islam.



Jalan Perubahan

Kesejahteraan rakyat menjadi impian yang belum kesampaian. Dalam system kapitalisme-demokrasi seperti sekarang, tidak mungkin terjadi perubahan yang mendasar yang berpihak kepada rakyat. Sejak dari sononya, kapitalisme akan selalu menguntungkan pemilik modal. Demokrasi tidak ditujukan untuk memberikan jalan kepada mayoritas untuk bebas mengapresiasikan aspiranya. Demokrasi menjadi alat untuk penguasaan negara oleh pemodal/sekelompok orang atas nama rakyat.

Karena itu, menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto, perjuangan menuju Indonesia yang lebih baik harus diteruskan. 
Perubahan mendasar baru akan terjadi bilamana ada perubahan sistem secara menyeluruh yakni dari sistem sekuler kepada sistem Islam. Tanpa itu, kondisi Indo-nesia tidak akan berubah.

Untuk menuju perubahan itu, lanjutnya, tidak ada jalan lain hanyalah mengikuti jalan Rasulullah SAW. Jalan itu dimulai dengan penyadaran politik dan pemikiran masyarakat terhadap Islam secara terus menerus. Dengan proses itu, nanti masyarakat sendirilah yang akan menuntut perubahan tersebut tanpa bisa lagi dihalangi oleh kekuatan manapun. Insyaallah.[] 
mujiyanto

No comments: