Thursday, May 28, 2009

Muhammad II Al-Fatih: Sang Penakluk Konstantinopel

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Jika anda terkagum-kagum dengan penggambaran perang yang ketat antara Balian of Ibelin melawan Shalahudin Al-Ayyubi di film Kingdom of Heaven, maka perang antara Constantine XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fatih jauh lebih ketat, tidak hanya dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu.



Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.

Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.

Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.

Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu peperangan Murad II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul, seorang tokoh Crusader yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker adalah terinsipirasi dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, hingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki Utsmani.

Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.

Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.

Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.

29 Mei, setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.

Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.

Dan kini Hagia Sophia yang megah berubah fungsi menjadi museum.

Sumber: Alwi Alatas: Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Penerbit Zikrul Hakim, 2005

Monday, May 11, 2009

Kemenangan Para Pemodal

mediaumat.com.Pemilu legislatif 2009 tidak memberi harapan baru kepada rakyat. Pemilu hanya sekadar pesta para pemodal untuk menguasai Indonesia.

Ni Putu Lilik Helia-wati (45), caleg nomor tiga Partai Hanura untuk DPRD Buleleng, meninggal dunia secara men-dadak di rumahnya Desa Beng-kel, Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Kamis (9/4) malam sekitar pukul 23.30 Wita. Dialah caleg pertama yang menjadi koraban 
ganasnya demokrasi. Ia diduga meninggal akibat serang-an jantung setelah menerima telepon dari tim suksesnya bahwa perolehan suara yang bersangkutan tidak memenuhi harapan.

Wanita asal Desa Bengkel, Busungbiu, seperti dikutip Kom-pas (10/4), mengembuskan nafas dalam perawatan intensif di UGD RS Wijaya Kusuma, Seririt, Kabu-paten Buleleng. Pemilu legislatif 
di Pulau Dewata ini diikuti total 5.065 calon anggota legislatif dari 36 partai politik dengan memperebutkan 390 kursi di DPRD tingkat kabupaten dan provinsi. Artinya, ada4.675 caleg yang gagal memperebutkan kursi dewan di Bali.

Munculnya caleg stres ini sudah diduga sebelumnya. Mere-ka tak mampu menghadapi kekalahan dan tekanan karena telah mengeluarkan uang dalam jumlah banyak. Di Kabupaten Garut misalnya, seorang caleg Partai Bintang Reformasi (PBR) daerah pemilihan (dapil) II, Iip, tiba-tiba menutup badan jalan Pinggirsari yang menghubung-kan Kec. Sukawening dengan Kec. Pangatikan, Jumat (10/4).

Tindakan Iip itu diduga sebagai buntut kekecewaan terhadap warga pemilih karena dirinya tidak dicontreng pada surat suara di sekitar tempat pemungutan suara (TPS) tempat tinggalnya. Di TPS tempat ting-galnya ia tak mendapat suara satu pun. Pada malam hari usai penghitungan suara berlang-sung, Iip sempat menutup ruas jalan yang sama dengan batang kayu yang ditempatkan melin-tang di tengah jalan. "Dia menu-tup jalan dengan batang kayu sekitar Kamis (9/4) menjelang tengah malam. Bahkan, pagi tadi, (10/4), dia sempat menggali jalan yang sama,” ujar Dindin, petugas Kec. Sukawening.

Masih di Garut, dua caleg dari dua parpol berbeda marah besar sambil berteriak meng-hujat tim suksesnya. Faktor penyebabnya juga sama. Kedua-nya kalah meskipun telah mene-bar uang sebelum pemungutan suara pada salah satu TPS di wilayah Kecamatan Wanaraja, Garut. Namun, setelah dilakukan penghitungan suara, hasil se-mentara menunjukkan mereka keok atau kalah telak. Keduanya sempat ditenangkan sekaligus diamankan di Polsek setempat. Keduanya kemudian dibebaskan.

Fenomena caleg stres ini sudah diduga sebelumnya. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, FKUI, RSCM, dr Ari Fahrial Syam, seperti dikutip Republika mem-prediksi angka caleg yang meng-alami stres akan mencapai 50 persen. Mereka ini terutama yang bukan berasal dari kalangan politikus. Menurutnya, para caleg yang ikut dalam pesta demokrasi saat ini tidak memperhitungkan dampak yang akan dihadapinya. Mereka tidak menyadari kalau peluang masuk sebagai anggota dewan sangat kecil hanya sebesar lima persen. Di sisi lain, mereka berharap besar bisa lolos masuk anggota legislatif.



Partai Kaya Menang

Kekalahan para caleg yang tidak memiliki modal atau modal cekak ini pun sebangun dengan partai-partainya. Partai-partai besar yang didukung oleh sum-ber dana besar memenangi pemilihan calon anggota legis-latif. Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count), partai-partai besar menguasai suara rakyat. Mereka adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Demo-krasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Selama ini partai-partai itu dikenal memiliki modal yang besar karena di dalamnya banyak para pengusaha yang bergabung atau memiliki link dengan para pengusaha.

Kemenanganan besar di-raih Partai Demokrat. Peroleh-annya hampir tiga kali lipat perolehan suara mereka pada pemilu legislatif pada tahun 2004. Pengamat politik Boni Hargens menilai kesuksesan partai yang lahir di era reformasi ini tidak lepas dari peran Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Lebih dari itu, menurutnya, 
ada disain secara sistematis untuk memenangkan partai ini. Ini bisa dilihat dari diamnya Badan Pengawas Pemilu (Bawas-lu) terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan partai tersebut. Bawaslu tidak berani menindak SBY yang sering menggunakan kesempatannya sebagai kepala negara untuk berkampanye.

“Saya kira semua sudah bekerja untuk Yudhoyono. Misal-nya KPU itu ngapain datang ke Cikeas saat pemilihan. Itu kampret Anshary (Abdul Hafiz Anshari, Ketua KPU--red), apa hubungannya? Saya kira ini pemilu yang by design dan sistematis untuk mendukung SBY. Wajar kalau muncul kemarahan di mana-mana,” jelas Boni kepada Media Umat.

Selain itu, lanjutnya, 
SBY menunggangi program menteri-nya dan program negara. Semua diklaim sebagai milik Partai Demokrat karena posisi SBY. Masyarakat yang dalam keadaan bingung tidak ada pilihan lain. “Ini murni manipulasi kesadaran masyarakat,” jelasnya.

Meski demikian, Partai Golkar tampaknya tak terlalu mempermasalahkan itu. Melalui Ketua Umumnya Jusuf Kalla, partai yang selalu memenangi pemilu sebelumnya ini meng-ucapkan selamat atas keme-nangan Partai Demokrat berdasarkan hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survei. Ucapan itu disampaikan Kalla yang juga wakil presiden kepada SBY via telepon. SBY menyatakan bahwa ini adalah kemenangan mereka bersama.

Namun PDI-P yang di perhitungan cepat menduduki posisi ketiga belum memberikan selamat secara resmi. Ucapan selamat hanya disampaikan oleh pribadi-pribadi partai berlambang banteng ini. Isu yang berkembang menyebutkan partai ini sedang mempersiapkan diri untuk mempermasalahkan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan penyelenggara Pemilu.

Di luar tiga besar itu, bertengger Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Per-satuan Pembangunan (PPP), Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Mereka ini diperkirakan bisa mendampingi tiga partai besar untuk duduk di parlemen karena berhasil meraih lebih dari 2,5 persen, batas parliamentary threshold. Sedangkan 29 partai nasional lainnya tak memperoleh kursi di DPR.



Partai Islam Kalah

Dari partai-partai Islam dan berbasis massa Islam, hanya PKS yang mampu mempertahankan perolehannya pada pemilu sebelumnya. Yang lain seperti PAN, PKB, PPP perolehan suaranya turun. Sedangkan PBB, PBR, PKNU, dan PMB malah terseok.

Pengamat politik Arie Sujito, kepada detikcom (9/4), mengatakan bahwa dukungan kepada partai berbasis agama semakin menyusut. Politik kian semakin pragmatis,” katanya. Pragmatisme politik ini diikuti oleh pragmatisme pemilih. Mereka cenderung memilih partai yang terlihat relatif terbuka. “Kecenderungan politik di Indonesia, 
identitas tidak begitu laku. Dan meskipun tiga partai besar itu bukan tipe partai ideal, tapi partai yang selama ini mampu menjawab tren politik,” jelasnya.

Ia menjelaskan, selama ini pun 
partai-partai yang berbasis agama hanya sekadar simbol saja. Tapi pada prakteknya tetap seperti pada partai politik pada umumnya. Dan ini kemudian yang dilihat rakyat. “Sampelnya, mereknya agama. Tapi cara mereka berkoalisi dan menyampaikan agenda tidak mencerminkan partai agama, tapi partainya pragmatis,” tandasnya.

Demikian juga dengan PKS, menurutnya bila kemudian partai ini tergoda dengan hal yang pragmatis, maka nasibnya akan sama dengan partai-partai berbasis agama lainnya yang mengalami penurunan, atau tidak lolos sama sekali. “Lama-lama PKS akan mengalami hal sama, bila tergoda dengan koalisi tidak jelas dan melayani kepentingan elit jangka pendek,” imbuhnya.

Senada dengan Arie, pakar ilmu sosial dari Unpad Prof Djadja Saifullah menyebutkan parpol Islam kalah karena tidak mem-bawa aspirasi umat untuk perubahan yang lebih baik. 
“Apakah parpol yang berazas Islam itu betul-betul membawa amanat umat?”Katanya.

Soalnya di dalam kampanyenya, lanjut Djadja, mereka juga terbawa kepada hal-hal yang klasik. Berbeda sekali dengan parpol Islam di tahun 1950-an. Menurutnya, saat itu, betul-betul azas partainya itu terlihat dalam perilaku sehari-harinya elite-elite parpolnya. “Kalau sekarang, mohon maaf, hampir tidak ada yang seperti itu,” ungkapnya.

Jebloknya perolehan suara partai-partai Islam ini sebenarnya sudah bisa diduga sebelumnya. Dalam sebuah diskusi di Jakarta menjelang pemilu, peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengata-kan partai Islam akan kehilangan banyak suara. Ini disebabkan mereka gagal dalam mengangkat isu-isu ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi permasalahan mendasar bangsa Indonesia. 
Partai-partai Islam tidak mampu men-jawab tantangan masa depan.



Koalisi

Penghitungan resmi KPU belum keluar, tapi berbagai perhitungan telah dilakukan oleh partai-partai baik yang menang maupun yang kalah. Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu menjadi magnet bagi partai lainnya untuk mendekat. Latar belakang partai tak lagi jadi ukuran. Demokrat pun kian jual mahal.

Merasa telah menang, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat SBY mengajukan syarat untuk koalisi. Dia menyatakan, format koalisi harus menjamin pemerintahan yang efektif dalam lima tahun ke depan. Ia mengatakan partainya terbuka berkoalisi dengan partai politik mana pun. Namun, pihaknya tidak akan memaksakan berkoalisi dengan partai politik yang sudah terang-terangan menolak bekerja sama dengan Partai Demokrat.

Partai Golkar yang semula ingin mengajukan Jusuf Kalla sebagai presiden, tampaknya mengurungkan niatnya. Berbagai lobi dilakukan agar Kalla kembali bisa disandingkan dengan SBY. Selama ini Golkar dikenal sebagai partai pemerintah dan tak pernah menjadi partai oposisi. Namun SBY pun belum menjamin ia akan kembali bersama Kalla.

Di luar itu PKS telah mengelus Hidayat Nur Wahid sebagai wakil presiden. Bahkan untuk memuluskan rencana itu, sebelum pemilu berlangsung PKS dengan terang-terangan menya-takan mendukung SBY sebagai presiden untuk masa 2009-2014. “Apapun partainya, presidennya SBY,” begitu jargon yang didengungkan.

Memang sebagian parpol seperti PKB, PKS, PAN, PKPI, Pelopor, dan PBB diakui SBY telah berkomunikasi dengan partainya baik secara informal, langsung maupun tidak langsung. Komu-nikasi tersebut akan diintensifkan sehingga ada kesepakatan koalisi yang kuat.

Sementara itu, munculnya koalisi pro Demokrat akan disaingi oleh PDI-P. Partainya Megawati ini sedang serius menjalin komunikasi politik dengan Partai Gerindra dan Partai Hanura. Hanya saja, proses pen-jajakan yang dilakukan oleh partai-partai yang anti Demokrat ini tidak sekental kubu Demokrat.

Di luar itu, kini muncul kisruh pemilu di mana-mana. Komisi Pemilihan Umum (KPU) terancam digugat. Beberapa pihak mengkhawatirkan akan terjadi sesuatu dengan Indo-nesia. 



Tidak Ada Perubahan

Lepas dari hiruk pikuk koalisi dan euphoria kemenangan partai-partai kaya, sebenarnya tidak akan perubahan yang berarti terhadap nasib rakyat. “
Saya yakin tidak ada perubahan. Saya kira akan sama saja. Dia tidak akan peduli dengan nasib rakyat,” kata Boni Hargens.

Secara logika, kemenangan partai-partai sekuler termasuk partai Islam yang lolos parliamentary threshold itu sangat ditentukan oleh modal/uang. Karenanya, 
menurut Revrison Baswir, demokrasi liberal adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemodal untuk merebut jabatan-jabatan publik.

Dapat diduga akan terjadi intervensi pemiliki modal dalam pemerintahan. Ini terjadi karena partai-partai telah berutang budi kepada para pemodal. 
Kekuasaan akan melakukan praktek balas budi. “Jadi sudah pasti kebijakan pemerintah akan berpihak kepada kepentingan modal. Ada transaksi imbal balik. Ada sekelompok orang disokong menjadi penguasa, kemudian penguasa akan membuat kebijakan yang menguntungkan kaum pemodal itu,” katanya.

Ke depan, rakyat akan kembali gigit jari karena pemerintah lebih memperhatikan kepentingan pemodal yang telah mendukung mereka mempertahankan kekuasaannya. Akibat lebih buruknya, 
Indonesia akan kembali dikuasai oleh kaum kapitalis yang notabene mereka adalah pemodal asing. Maka jangan kaget bila nanti BUMN dijual kepada asing dan akan lahir perundang-undangan yang pro kepada para kapitalis dan pihak asing.

Dalam kondisi itu, 
partai Islam pun tak banyak punya peran sebab mereka telah berutang budi kepada partai sekuler yang telah menggandengnya untuk berkoalisi. Walhasil, mereka hanya menjadi penggembira dan ini berbahaya bagi perkembangan Islam.



Jalan Perubahan

Kesejahteraan rakyat menjadi impian yang belum kesampaian. Dalam system kapitalisme-demokrasi seperti sekarang, tidak mungkin terjadi perubahan yang mendasar yang berpihak kepada rakyat. Sejak dari sononya, kapitalisme akan selalu menguntungkan pemilik modal. Demokrasi tidak ditujukan untuk memberikan jalan kepada mayoritas untuk bebas mengapresiasikan aspiranya. Demokrasi menjadi alat untuk penguasaan negara oleh pemodal/sekelompok orang atas nama rakyat.

Karena itu, menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto, perjuangan menuju Indonesia yang lebih baik harus diteruskan. 
Perubahan mendasar baru akan terjadi bilamana ada perubahan sistem secara menyeluruh yakni dari sistem sekuler kepada sistem Islam. Tanpa itu, kondisi Indo-nesia tidak akan berubah.

Untuk menuju perubahan itu, lanjutnya, tidak ada jalan lain hanyalah mengikuti jalan Rasulullah SAW. Jalan itu dimulai dengan penyadaran politik dan pemikiran masyarakat terhadap Islam secara terus menerus. Dengan proses itu, nanti masyarakat sendirilah yang akan menuntut perubahan tersebut tanpa bisa lagi dihalangi oleh kekuatan manapun. Insyaallah.[] 
mujiyanto

Friday, May 8, 2009

BIN Terlibat Pengalihisuan Kecurangan Pemilu 2009?

mediaumat.com. Menurut Pengamat Intelijen Herman Ibrahim setidaknya ada dua pisau analisa yang dapat digunakan untuk membedah apakah BIN terlibat dalam skandal Antasari Azhar atau tidak. 

Pertama, analisa figur. Sigid misalnya, dalam suatu kesempatan tertentu dia memperkenalkan diri kepada Antasari kemudian dia pula yang disebut-sebut sebagai orang yang mendanai pembunuhan Nasarudin. Kita semua sudah tahu siapa itu Sigid. ”Kalau orang BIN atau orang yang dekat dengan BIN atau sering keluar masuk BIN, maka ketika orang itu berbuat sesuatu maka akan dikait-kaitkan dengan posisinya itu, ” ujar Herman kepada mediaumat.com Kamis (7/5) di Bandung.

Kedua, analisa dari sisi kepentingan atau tujuan. Analisa ini bisa dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan, misalnya, apakah lembaga intelijen mempunyai kepentingan sehingga harus melakukan suatu hal seperti itu? Kalau punya seperti apa kepentingannya itu dan siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Kalau BIN tentu saja untuk menjalankan kepentingan nasional. ”Atau bila diperalat oleh kekuasaan ya menjadi kepentingan penguasa, seperti di zaman orde baru. Kalau saya melihatnya mungkin ada kepentingan seperti itu. Tapi belum terlihat secara kasat mata,” tandasnya. 

Sebagai bahan perbandingan, Herman pun mengatakan ada permainan intelijen asing dalam kasus lepasnya Timor Timur dari pangkuan Indonesia sepuluh tahun lalu. ”Itukan ada kecurangan yang dilakukan UNAMET. Kesalahan kita itukan mengambil keamanan. Sementara ’KPU’nya diambil oleh UNAMET. Jadi begitu terjadi kerusuhan kitakan sibuk mengamankan saja. Sementara kecurangan-kecurangan dalam jajak pendapat untuk tetap gabung dengan Indonesia atau menjadi negara tersendirinya tidak pernah kita ungkap,” ujarnya.Dikembangkanlah opini bahwa Indonesia melanggar HAM. Sehingga Indonesia tidak bisa berkutik untuk menuntut keadilan dalam referendum itu. Timtim pun melayang.

Hasilnya seperti itu. Kalau tidak curang, pihak yang menginginkan Timor Timur lepas belum tentu menang itu. Yang merapat ke UNAMET itu kan isinya orang-orang bule, Pretelin, Ramos Horta dan pro Timor Leste lainnya. Kalau pakai istilah sekarang itu, ”kertas suaranya dicontreng sendiri”. Sesaat setelah jajak pendapat di Timtim yang penuh kecurangan itu, terjadi kerusuhan besar di Dili yang berhasil mengalihkan perhatian publik dunia dari desakan untuk investigasi terhadap kecurangan.

Perbandingan lainnya adalah, kasus pemilu lima tahun yang lalu. Tidak lama setelah Pilpres 2004 yang kontroversial itu, beberapa anggota KPU dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi. Namun Hamid Awaludin, yang dikenal dekat dengan penguasa kan selamat tidak ada kelanjutannya. Namun perkara yang lebih penting lagi yakni upaya-upaya investigasi kecurangan, diantaranya dugaan adanya capres yg mendapat bantuan dana asingmenjadi terlupakan publik dan tidak ditindaklanjuti aparat yang berwenang.

Nah, sekarang, di tengah hangatnya gugatan kecurangan Pileg 2009, tiba-tiba saja Ketua KPK dituduh menjadi otak pembunuhan bermotif cinta segi tiga, dan berita tentang itu seketika mendominasi pemberitaan media massa. Nah ini, di negeri sekuler ini kan sebetulnya selingkuh itu bukan aib. Karena yang dianggap aib itu poligami. Tapi sebenarnya sih yang dipermasalahkan adalah pembunuhannya itu. Nuansa-nuansa menjebak Antasari pun begitu kental. ”Salah satunya diindikasikan dengan begitu responsifnya kejaksaan dan polisi. Yang membuat kita bertanya-tanya, lho kok begini, lho kok begitu,” ujarnya.

Jika melihat benang merah dari kasus referendum Timor Timur, pemilu 2004, dan pemilu 2009, ternyata ada pengalihan isu permasalahan. Kalau itu benar, berarti memang intelijen itu turut terlibat dalam pengalihisuan kecurangan pemilu April lalu. ”Ini hanya berdasarkan naluri intelijen saya saja lho bukan tuduhan. Jadi menurut saya ada pengalihan isu seperti itu. Sehingga kecurangan dalam pemilu kita lupakan. Masyarakat diharapkan menjadi cukup puas dengan Antasari ditangkap. Tujuannya agar masyarakat menerima begitu saja hasil pemilu yang paling curang sepanjang sejarah Republik Indonesia tersebut.” tandasnya.[] joko prasetyo