Friday, May 8, 2009

BIN Terlibat Pengalihisuan Kecurangan Pemilu 2009?

mediaumat.com. Menurut Pengamat Intelijen Herman Ibrahim setidaknya ada dua pisau analisa yang dapat digunakan untuk membedah apakah BIN terlibat dalam skandal Antasari Azhar atau tidak. 

Pertama, analisa figur. Sigid misalnya, dalam suatu kesempatan tertentu dia memperkenalkan diri kepada Antasari kemudian dia pula yang disebut-sebut sebagai orang yang mendanai pembunuhan Nasarudin. Kita semua sudah tahu siapa itu Sigid. ”Kalau orang BIN atau orang yang dekat dengan BIN atau sering keluar masuk BIN, maka ketika orang itu berbuat sesuatu maka akan dikait-kaitkan dengan posisinya itu, ” ujar Herman kepada mediaumat.com Kamis (7/5) di Bandung.

Kedua, analisa dari sisi kepentingan atau tujuan. Analisa ini bisa dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan, misalnya, apakah lembaga intelijen mempunyai kepentingan sehingga harus melakukan suatu hal seperti itu? Kalau punya seperti apa kepentingannya itu dan siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Kalau BIN tentu saja untuk menjalankan kepentingan nasional. ”Atau bila diperalat oleh kekuasaan ya menjadi kepentingan penguasa, seperti di zaman orde baru. Kalau saya melihatnya mungkin ada kepentingan seperti itu. Tapi belum terlihat secara kasat mata,” tandasnya. 

Sebagai bahan perbandingan, Herman pun mengatakan ada permainan intelijen asing dalam kasus lepasnya Timor Timur dari pangkuan Indonesia sepuluh tahun lalu. ”Itukan ada kecurangan yang dilakukan UNAMET. Kesalahan kita itukan mengambil keamanan. Sementara ’KPU’nya diambil oleh UNAMET. Jadi begitu terjadi kerusuhan kitakan sibuk mengamankan saja. Sementara kecurangan-kecurangan dalam jajak pendapat untuk tetap gabung dengan Indonesia atau menjadi negara tersendirinya tidak pernah kita ungkap,” ujarnya.Dikembangkanlah opini bahwa Indonesia melanggar HAM. Sehingga Indonesia tidak bisa berkutik untuk menuntut keadilan dalam referendum itu. Timtim pun melayang.

Hasilnya seperti itu. Kalau tidak curang, pihak yang menginginkan Timor Timur lepas belum tentu menang itu. Yang merapat ke UNAMET itu kan isinya orang-orang bule, Pretelin, Ramos Horta dan pro Timor Leste lainnya. Kalau pakai istilah sekarang itu, ”kertas suaranya dicontreng sendiri”. Sesaat setelah jajak pendapat di Timtim yang penuh kecurangan itu, terjadi kerusuhan besar di Dili yang berhasil mengalihkan perhatian publik dunia dari desakan untuk investigasi terhadap kecurangan.

Perbandingan lainnya adalah, kasus pemilu lima tahun yang lalu. Tidak lama setelah Pilpres 2004 yang kontroversial itu, beberapa anggota KPU dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi. Namun Hamid Awaludin, yang dikenal dekat dengan penguasa kan selamat tidak ada kelanjutannya. Namun perkara yang lebih penting lagi yakni upaya-upaya investigasi kecurangan, diantaranya dugaan adanya capres yg mendapat bantuan dana asingmenjadi terlupakan publik dan tidak ditindaklanjuti aparat yang berwenang.

Nah, sekarang, di tengah hangatnya gugatan kecurangan Pileg 2009, tiba-tiba saja Ketua KPK dituduh menjadi otak pembunuhan bermotif cinta segi tiga, dan berita tentang itu seketika mendominasi pemberitaan media massa. Nah ini, di negeri sekuler ini kan sebetulnya selingkuh itu bukan aib. Karena yang dianggap aib itu poligami. Tapi sebenarnya sih yang dipermasalahkan adalah pembunuhannya itu. Nuansa-nuansa menjebak Antasari pun begitu kental. ”Salah satunya diindikasikan dengan begitu responsifnya kejaksaan dan polisi. Yang membuat kita bertanya-tanya, lho kok begini, lho kok begitu,” ujarnya.

Jika melihat benang merah dari kasus referendum Timor Timur, pemilu 2004, dan pemilu 2009, ternyata ada pengalihan isu permasalahan. Kalau itu benar, berarti memang intelijen itu turut terlibat dalam pengalihisuan kecurangan pemilu April lalu. ”Ini hanya berdasarkan naluri intelijen saya saja lho bukan tuduhan. Jadi menurut saya ada pengalihan isu seperti itu. Sehingga kecurangan dalam pemilu kita lupakan. Masyarakat diharapkan menjadi cukup puas dengan Antasari ditangkap. Tujuannya agar masyarakat menerima begitu saja hasil pemilu yang paling curang sepanjang sejarah Republik Indonesia tersebut.” tandasnya.[] joko prasetyo

No comments: