Monday, November 24, 2008

Kesalahan Konsep ‘Piagam Jakarta’

Diambil dari:

 http://abisyakir.wordpress.com/2008/10/21/kesalahan-konsep-%e2%80%98piagam-jakarta%e2%80%99/

[Perhatian: Untuk menghindari prasangka dan respon tergesa-gesa, mohon dibaca artikel ini secara runut dari awal sampai akhir. Jangan sepotong-sepotong! Terimakasih. Jazakumullah khair].

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillah Rabbil ‘alamin, wasshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du:

Beberapa waktu lalu, TVOne menayangkan acara Debat Partai antara PBB (Partai Bulan Bintang) dan PDS (Partai Damai Sejahtera). Acara yang tayang 16 Oktober 2008 malam itu menampilkan Sahar L. Hasan dan Anwar Shaleh dari DPP PBB, dan Jos Rahawadan dan Saat Sinaga, keduanya Ketua DPP PDS. Sebagai pendamping adalah Rahma Sarita (untuk PBB) dan Tina Talisa (untuk PDS). Isu utama yang dibahas dalam debat ini adalah penegakan Syariat Islam. PBB mengklaim mendukung penegakan Syariat Islam, sementara PDS bersikap kontra.

Seperti diakui dalam acara di atas, isu Syariat Islam atau Piagam Jakarta dianggap semakin tidak relevan di parlemen, sebab umumnya politisi-politisi Muslim lebih berorientasi ke substansi Syariat, bukan simbol-simbol. Konon, tinggal PBB yang secara formal masih mengangkat isu Syariat Islam. Dalam debat itu, wakil PBB menegaskan bahwa status Piagam Jakarta masih berkekuatan hukum, sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ridwan Saidi dalam salah satu bukunya, Status Piagam Jakarta: Tinjauan Hukum dan Sejarah, menyatakan hal itu. Al Ustadz Husein Umar –semoga Allah merahmatinya- sampai meninggalnya, beliau sangat concern dengan agenda legalisasi Piagam Jakarta. Tidak segan beliau mengecam ide “Spirit Piagam Madinah” yang diusulkan politisi tertentu, khususnya dari kalangan PKS dan PAN.

Sebelumnya, secara pribadi saya memohon maaf kepada para ustadz, kyai, ajengan, guru-guru kami, dan para aktivis Islam senior, jika dalam tulisan ini saya ingin mengkritisi Piagam Jakarta. Dalam pandangan saya, Piagam Jakarta (disebut juga Jakarta Charter, diresmikan 22 Juni 1945) bukanlah suatu konsep suci yang setara dengan Wahyu, yang tidak mengenal salah dan kekurangan. Sebagai hasil rumusan manusia, bisa saja didapati kekurangan-kekurangan tertentu. Almarhum Syaikh Ibnu Baz, mantan Ketua Majlis Ulama Saudi pernah mengatakan, bahwa kebenaran itu lebih berharga dari apapun juga. Atas dasar spirit memilih kebenaran itulah, saya tulis artikel ini.

Di sisi lain, tidak berarti saya pro dengan konsep “Spirit Piagam Madinah”, sebab sikap keterus-terangan dalam Syariat Islam –selagi hal itu tidak dilarang- lebih baik daripada sikap ragu di dalamnya. Apa yang ditulis ini sebenarnya masih satu koridor dengan cita-cita senior-senior pejuang Islam di Masyumi dan lainnya yang mendambakan tegaknya Syariat Islam di bumi Indonesia. Hanya saja, untuk mencapai cita-cita itu kita harus berjalan di atas konsep yang benar, kuat, dan Islami, sehingga peluang keberhasilannya diharapkan lebih besar. Jika kita memperjuangkan konsep yang salah, khawatir tujuan kita tidak akan pernah tercapai.

Meskipun begitu, apa yang ditulis ini hanya sebatas wacana. Ia bisa benar, bisa juga salah. Saya bersedia berdialog, berdikusi, atau mendengar masukan dan nasehat dari siapapun, jika di dalamnya terdapat kebenaran. Tulisan ini sebatas wacana, jika di dalamnya terdapat kesalahan dan kekurangan, insya Allah saya akan rujuk dengan pendapat yang lebih kuat. Seperti disebutkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa makna Al Jamaah itu adalah sepakat dengan kebenaran, meskipun kita hanya seorang diri. Sekali lagi, kepada guru-guru saya, para senior yang saya hormati, mohon dimaafkan jika ada hal-hal yang tidak berkenan.

Komitmen Syariat Islam

Komitmen kepada Syariat Islam sudah satu paket dengan keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Antara Syariat dan iman, adalah dua perkara yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Syariat tidak akan tegak, jika kita tidak mengimaninya; sementara keimanan tidak akan tumbuh di hati, jika kita tidak melaksanakan amanah Syariat Allah dan Rasul-Nya.

Akidah Ahlus Sunnah menjelaskan, bahwa keimanan itu meliputi: Pembenaran di hati, ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan perbuatan. Ketiganya menyatu, tidak terurai menjadi bagian-bagian terpisah. Pembenaran di hati membentuk Akidah, sedangkan ucapan dan amal perbuatan dituntun oleh Syariat. Ahlus Sunnah tidak memisahkan antara Akidah dan Syariat. Sebagaimana bisa dipahami dari Dua Kalimat Syahadat; Asyhadu an laa ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Kalimat pertamamenunjukkan komitmen seorang Muslim kepada Akidah Tauhid, sedangkan kalimat kedua menunjukkan komitmennya kepada Syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw.

Banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an yang memerintahkan agar kita tunduk dan patuh kepada Syariat Allah SWT. Antara lain sebagai berikut:

-“Dan siapa yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima darinya, dan dia kelak di Akhirat termasuk bagian orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85). Keluasan ajaran Islam meliputi Akidah, Syariah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, dan sebagainya. Meninggalkan salah satu bagian ajaran Islam akan menyebabkan rusaknya agama.

-“Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaaffah (totalitas). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, sebab ia adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (Al Baqarah: 208). Mengikuti ajaran Islam secara setengah-setengah (tidak kaaffah) adalah sama dengan mengikuti langkah-langkah syaitan.

-“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka mengibadahi-Ku.” (Adz Dzariyat: 56). Ibadah kita tidak akan diterima, jika tidak dilakukan secara ikhlas dan sesuai Syariat (Sunnah) Nabi Saw.

-“Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, maka jika kalian berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali Imran: 32). Dalam ayat ini, mengingkari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya disebut sebagai orang kafir. Na’udzubillah minal kufri wal kafirin.

-“Jika kalian berselisih pendapat dalam satu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian memang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.” (An Nisaa’: 59). Jika kita beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah kita mengembalikan setiap perselisihan yang ada kepada hukum Allah dan Rasul-Nya. Bahkan sekalipun hanya satu perselisihan.

-“Maka demi Rabb-mu, pada dasarnya mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan engkau (Muhammad Saw.) sebagai hakim dalam perselisihan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa berat atas apa yang engkau putuskan, dan mereka menyerahkan diri sepenuhnya.” (An Nisaa’: 65). Seseorang yang tidak menjadikan Rasulullah Saw. sebagai rujukan hukum, dia dianggap tidak beriman. Perhatikan, ayat ini dimulai dengan sumpah, “Wa Rabbika” (demi Rabb-mu Muhammad).

-“Maka putuskan perkara di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan (hukum-Nya), dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (Al Maa’idah: 48). Selain kita diperintahkan tunduk kepada hukum Allah, kita juga dilarang mengikuti hawa nafsu dengan meninggalkan tuntunan Allah.

Banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an yang memerintahkan kita menghukumi perkara-perkara di antara manusia dengan hukum Allah. Bahkan istilah at taqwa, at tha’ah, amal shalih, dan al ihsan, kesemua itu selalu dikaitkan dengan ketundukan kepada hukum Allah. Dan ketaatan kepada hukum Allah ini telah dicontohkan sendiri oleh Nabi Saw. dan para Khulafaur Rasyidin. Hal itu kemudian diikuti oleh penguasa-penguasa Muslim selama ribuan tahun.

Baru di jaman ini ada sebagian orang yang sangat ngeyel dengan ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Kufrun duna kufrin” (kekafiran kecil, bukan kekafiran yang mengeluarkan dari Islam). Mereka kalahkan ayat-ayat Allah dan pengamalan Nabi Saw. dan kaum Muslimin selama ribuan tahun dengan ucapan Ibnu Abbas itu. Seolah mereka hendak berhukum dengan ucapan Ibnu Abbas ketika menafsirkan satu ayat Al Qur’an (Al Maa’idah ayat 44). Sementara mereka tidak menengok Ibnu Abbas ketika beliau menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an lainnya tentang kewajiban berhukum dan menghukumi dengan Syariat Allah.

Pertanyaannya, ketika Ibnu Abbas mengucapkan tafsir tersebut, hukum apa yang berlaku di negerinya? Apakah hukum Belanda, hukum Perancis, hukum Anglo Saxon, hukum Mongolia, hukum Majapahit, atau hukum Badui? Apakah Ibnu Abbas di waktu itu tinggal di sebuah wilayah Islam, atau tinggal di suatu negeri yang tidak berhukum dengan hukum Islam? Pernahkah Anda mendapati suatu dalil, bahwa para Shahabat radhiyallahu ‘anhu berbodong-bondong pindah ke negeri-negeri yang tidak berhukum Islam, lalu mereka rela tinggal di dalamnya, bernaung di bawah hukum selain Syariat Islam, dengan berpedoman kepada tafsir Ibnu Abbas “Kufrun duna kufrin” itu? Tidak ada dalilnya sama sekali.

Singkat kata, kebenaran komitmen tauhid seseorang bisa tercermin dari sikapnya kepada Syariat Islam. Mereka yang bersusah payah mencari takwil dalam masalah yang terang-benderang ini, pada dasarnya mereka telah salah langkah dan menelanjangi dirinya sendiri. Wal ‘iyadzubillah.

Kendala Penegakan Syariat Islam

Upaya menegakkan Syariat Islam di Indonesia, tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala-kendala yang menghambat, antara lain:

-Kesadaran rendah Ummat Islam Indonesia tentang pentingnya penegakan Syariat Islam. Sudah bukan rahasia lagi, masyarakat Indonesia jauh dari status siap memangku Syariat Islam.

-Tidak adanya political will dari para elit politik, khususnya para pejabat birokrasi, untuk mendukung penegakan Syariat Islam. Dalam dialog politik pada malam takbiran (30 September 2008) di TVOne yang diprakarsai oleh Republika, mayoritas elit politik Muslim tidak ada satu pun yang mendukung agenda penegakan Syariat Islam.

-Sangat kuat dan sistematiknya gerakan anti Syariat Islam yang melibatkan berbagai kekuatan politik, birokrasi, bisnis, dan asing. Mereka telah ijma’ (sepakat) untuk menghalang Syariat Islam, dengan cara apapun yang memungkinkan. Dibandingkan kekuatan Ummat Islam yang tercerai-berai, mereka memiliki begitu banyak keunggulan.

-Pendukung Syariat Islam belum memiliki konsep alternatif bagi sistem yang ada saat ini yang bersifat kuat, ilmiah, aplikatif, dan terbukti bermanfaat. Ketika kita diminta konsep alternatif, jawabannya selalu bersifat general. Padahal dalam konteks pengaturan negara, sangat butuh konsep aplikatif.

-Dan komitmen para pembela Syariat Islam sendiri terhadap misi yang dibelanya kurang. Kalau disuruh diskusi soal keunggulan Syariat Islam, setiap orang memiliki segudang ide untuk diungkapkan. Tetapi ketika disuruh tunduk kepada Syariat dengan cara meninggalkan sesuatu yang disukai, belum tentu mereka bersedia memenuhinya.

Kalau mau jujur, para pembela Syariat Islam pun belum tentu siap bertaslim (menyerahkan diri), ketika telah dideklarasikan berlakunya sistem Syariat Islam mengatur kehidupan negara. Jika hanya sebatas slogan atau teori, atau komoditas politik, mungkin banyak yang mengklaim mendukung Syariat Islam.

Kelemahan ‘Piagam Jakarta’

Ketika berbicara tentang agenda penegakan Syariat Islam di Indonesia, sebagian besar perhatian terfokus kepada Piagam Jakarta. Para aktivis Islam menuntut agar negara mengakomodir isi Piagam Jakarta dalam lembaran-lembaran hukum negara. Kalimat terpenting dari Piagam Jakarta ialah: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Inilah 7 kata yang sangat diharapkan bisa diterima dalam konstitusi NKRI. Jika 7 kata ini diterima, banyak pihak meyakini kehidupan bangsa Indonesia akan seketika berubah menjadi gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharjo.

Dalam pandangan saya, wallahu a’lam bisshawaab, konsep Piagam Jakarta mengandung beberapa kelemahan serius. Kalau ia dilaksanakan, bukan barakah yang kita peroleh, tetapi bisa menjadi sebaliknya. Kelemahan Piagam Jakarta antara lain sebagai berikut:

(1)Sebelum dihapuskan dari UUD 1945, posisi 7 kata Piagam Jakarta berada dalam pembukaan konstitusi. Artinya, ia bukan konstitusi itu sendiri, tetapi menjadi “sub hukum” dari sebuah konstitusi. Dalam sistem Islami, Syariat Islam tidak boleh ditundukkan di bawah hukum lain. Ia hukum mandiri dan terhormat, tidak boleh menjadi sub dari konstitusi lain. Al Qur’an menegaskan, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi kaum yang yakin?” (Al Maa’idah: 50). Jika Syariat Islam hanya menjadi “sub hukum”, maka ia akan mudah dieliminir, jika sewaktu-waktu tidak disukai oleh kelompok politik tertentu. Dan kenyataannya, tindakan eliminasi itu sudah dilakukan sejak 18 Agustus 1945 sampai saat ini.

(2)Substansi 7 kata Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) mengandung kesalahan serius. Dalam Sistem Islami, hukum Islam tidak hanya berlaku bagi Ummat Islam, tetapi juga mengikat pemeluk agama lain. Memang dalam masalah ibadah ritual, Syariat Islam tidak bisa mengintervensi kebebasan ibadah agama lain; tetapi dalam masalah muamalah, norma sosial, dan hukum pidana, semua pihak terikat oleh hukum Islam. Di masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin, pelaku kriminal yang beragama Islam, Yahudi, atau Nashrani mendapat sanksi secara adil. Keadilan hukum Islam berlaku bagi semua kalangan. “Janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum (misalnya Yahudi), membuat kalian berlaku tidak adil. Berbuat adillah, sebab adil itu lebih dekat ke takwa.” (Al Maa’idah: 8). Asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan keinginan sebagian Shahabat untuk berbuat tidak adil kepada seorang Yahudi, lalu Allah menegur hal itu. Meskipun Yahudi sudah masyhur sifat-sifat buruknya, mereka tetap berhak mendapat keadilan hukum. Syariat Islam menjangkau pihak Muslim dan non Muslim.

(3)Jika hukum Islam hanya berlaku bagi Muslim, lalu bagaimana dengan pemeluk agama lain? Apakah perlu dibuat standar hukum lain bagi warga non Muslim? Berlakunya dua standar hukum di sebuah negara adalah cermin ketimpangan sistem tatanegara yang serius. Nanti, setiap orang akan memilih hukum semaunya, selama menguntungkan hawa nafsunya.

(4)Jika hukum Islam berlaku bagi Muslim, apakah berarti para pemeluk agama lain boleh berhukum dengan hukum agama masing-masing? Jika demikian, berarti dalam suatu negara terdapat banyak standar hukum. Kalau kemudian sebagian Ummat Islam merasa bahwa sanksi hukum Islam lebih berat dibandingkan hukum-hukum lain, bisa jadi mereka ada keinginan murtad untuk menghindari sanksi hukum Islam. Bagi pemeluk agama lain, mereka bisa melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Syariat Islam dengan tidak khawatir akan dihukum, sebab mereka dihukumi sesuai hukum agama masing-masing. Jika demikian realitasnya, maka pelaksanaan hukum Islam di suatu negeri tidak akan membawa berkah, justru musibah.

Konsep seperti ini jika akhirnya terlaksana, bisa mengundang banyak masalah-masalah yang merugikan Ummat Islam sendiri. Betapa sulitnya membangun peradaban Islami dengan dasar konsep seperti itu. Ada baiknya kita bersyukur kepada Allah, bahwa Piagam Jakarta tidak pernah terlaksana. Sebab jika terlaksana, justru akan mempersulit posisi kaum Muslimin sendiri. Konsep Piagam Jakarta itu harus diperbaiki, diganti konsep lain yang lebih lurus dan maslahat menurut Syariat Islam. Dan sebagai gantinya tidak harus “Spirit Piagam Madinah”, sebab konsep seperti itu sama saja dengan meniadakan keunggulan Ummat Islam sebagai kaum mayoritas di Indonesia. Mayoritas disana diposisikan sejajar dengan minoritas.

Gerakan Islam jangan ragu-ragu untuk bercita-cita membangun Konstitusi Islami yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Kita tidak perlu ragu untuk mengatakan, “Kami mendambakan berdirinya negara Islami yang berkonstitusi Syariat Islam, berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.” Selama tidak ada aturan UU yang melarang kita memiliki cita-cita seperti ini, jangan ragu untuk meneguhkannya. Kecuali, jika di kemudian hari muncul UU yang melarang cita-cita seperti itu, kita boleh memikirkan cara lain.

Begitu pula, dalam memperjuangkan Konstutusi Islami, sebaiknya jangan memakai cara-cara yang berbau kekerasan. Cara kekerasan sangat mudah dijadikan dalih untuk menghancurkan upaya-upaya dakwah menegakkan Syariat Islam yang telah ditempuh dengan susah-payah sampai saat ini. Kita bisa memperjuangkan misi mulia ini dengan membangun kesadaran, menunjukkan argumentasi, menjelaskan berbagai syubhat, menempuh dialog damai, dll.

Ke depan, jangan lagi ragu-ragu untuk meneguhkan cita-cita: “Kami ingin membangun negara Islami secara damai!” Konsep Piagam Jakarta sebaiknya direvisi, diganti konsep lain yang lebih baik. Mungkin ia sesuai dengan jamannya, tetapi tidak menguntungkan untuk realitas saat ini. Sebagaimana Piagam Madinah yang disepakati oleh Nabi dengan kaum Yahudi, ia cocok di awal-awal kehidupan Islam di Madinah, tetapi menjadi tidak cocok ketika berkali-kali kaum Yahudi Madinah melakukan pengkhianatan. Kemungkinan merevisi suatu konsep perjuangan adalah sangat niscaya, sebab tidak ada rumusan manusia yang abadi, hanya Kitabullah dan Sunnah yang bersifat permanen di segala jaman.

Strategi Politik Islami

Jika Piagam Jakarta dianggap lemah, lalu bagaimana solusinya? Disini kita perlu menjawab pertanyaan ini, dengan memohon petunjuk dan pertolongan Allah Ta’ala. Setidaknya ada 3 langkah strategis yang perlu dilakukan Ummat Islam, khususnya gerakan-gerakan pro penegakan Syariat Islam, yaitu:

((1)) Kita harus memperjuangkan misi membangun Konstitusi Islami berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah secara terbuka, tetapi dengan metode damai. Kita tidak melakukan aksi-aksi kekerasan, tetapi dengan cara membangun kesadaran, menjabarkan argumentasi yang baik, dan langkah-langkah implementasi Syariat Islam secara praktis dalam kehidupan. Jujur saja akui, “Saya Muslim! Saya mendambakan negara Islami yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah.”

((2)) Jika upaya di atas tidak memungkinkan karena terhalang oleh aturan-aturan negara yang melarang hal itu, kita bisa memperjuangkan substansi Syariat Islam. Bentuknya, dengan memperjuangkan 5 Tujuan Syariat Islam (Al Maqashidul Khamsah) yaitu: Menjaga jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan kaum Muslimin. Jika perjuangan secara verbal dihalangi, kita tempuh perjuangan substansial. Wadahnya bisa apa saja, strateginya bisa bagaimana saja, asalkan maknanya menjaga hak-hak kehidupan Ummat Islam. Bukan dengan sikap oportunis, yaitu menjual agama dengan tujuan memenuhi ambisi pribadi.

((3)) Menghidupkan dakwah amar makruf nahi mungkar di luar parlemen. Secara sosial, kita bisa membangun masyarakat yang lebih Islami dengan menggalakkan amar makruf nahi mungkar. Hal ini boleh-boleh saja, dengan alasan kita adalah Islam, dan dakwah yang kita gulirkan ditujukan kepada sesama Muslim. Toh, negara ini negara religius, bukan negara ateis, liberalis, atau materialis. Artinya, pengembangan kehidupan beragama tentu diperbolehkan. Untuk menghindari benturan-benturan sosial, lakukan amar makruf nahi mungkar itu secara simpatik, damai, persuasif. Tidak perlu dengan kekerasan.

Dengan tiga langkah di atas, insya Allah kita tidak akan pernah kehabisan ide perjuangan dan amal. Perjuangan ini bisa bernafas panjang, tak dibatasi oleh waktu dan generasi. Kita pun tidak perlu terjebak dalam konsep-konsep yang bisa menyempitkan ruang-ruang kesempatan bagi Ummat ini.

Realitas Bangsa Majemuk

Saya menduga, munculnya konsep Piagam Jakarta lebih karena pertimbangan realitas kemajemukan bangsa Indonesia. Kalau membaca tulisan Al Ustadz Adian Husaini, berjudul Peringatan 62 Tahun Piagam Jakarta, dimuat di hidayatullah.com, beliau kemukakan bukti-bukti tentang visi kompromi itu.

Setelah penyusunan Piagam Jakarta, Soekarno berbicara di depan BPUPKI, “Di dalam preambule (pembukaan UUD –pen.) itu ternyatalah, seperti saya katakan tempo hari, segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyosakai (BPUPKI –pen). Masuk di dalamnya ke-Tuhanan, dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan Syariat Islam masuk di dalamnya; kebulatan nasionalisme Indonesia, persatuan bangsa Indonesia masuk di dalamnya; kemanusiaan atau Indonesia merdeka masuk di dalamnya; perwakilan permupakatan kedaulatan rakyat masuk di dalamnya; keadilan sosial, sociale rechtvaardigheit, masuk di dalamnya. Maka oleh karena itu, Panitia Kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa inilah preambule yang bisa menghubungkan, mempersatukan segenap aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai.”

Lebih jelas lagi Soekarno mengatakan, “Barangkali tidak perlu diulangi bahwa preambule adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan faham antara golongan-golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam. Jadi, manakala kalimat itu tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak bisa menerima preambule ini; jadi perselisihan nanti terus.” Soekarno juga mengatakan, “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat ‘dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ sudah diterima Panitia ini.” Jelas bahwa Piagam Jakarta adalah konsep kompromi antara golongan-golongan ideologi di Indonesia. (Namun di kemudian hari Soekarno mengkhianati ucapan dan komitmennya sendiri. Dia telah memberi “contoh baik” kepada bangsa Indoneisa, cara mengkhianati ucapan sendiri).

Di Nusantara ini terdapat sekitar 1300 pulau, memiliki ratusan suku/etnik dengan bahasa masing-masing. Mengumpulkan seluruh potensi keragaman di bawah Syariat Islam bukanlah perkara mudah. Mungkin, karena pertimbangan itu, lalu para senior kita pejuang Islam di masa lalu mengemukakan Piagam Jakarta. Isi Piagam Jakarta dianggap sebagai kompromi untuk menyikapi realitas kemajemukan bangsa Indonesia. Di negeri ini setidaknya terdapat 5 agama, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Di luar itu sebenarnya masih ada berbabagai macam aliran kepercayaan, baik yang diakui maupun dianggap sesat. Kalau menyadari kenyataan ini rasanya mustahil akan melaksanakan Syariat Islam.

Ahmad Syafi’i Ma’arif pernah melontarkan sindiran sinis, “Kalau Syariat Islam diterapkan di Indonesia, maka persatuan akan menjadi persatean.” Maksudnya, persatuan bangsa Indonesia selama ini akan berubah menjadi konflik berdarah-darah antar sesama anak bangsa, jika Syariat Islam diterapkan. Atau dengan logika Hatta, “Nanti Indonesia Timur akan memisahkan diri dari RI.” Dalam Debat Partai di TVOne itu, wakil PDS juga berkali-kali mengingatkan akan ancaman perpecahan itu.

Atas berbagai sinisme, tuduhan, atau ketakutan seputar perpecahan ini, kita bisa memberikan jawaban sebagai berikut:

((a)) Mengapa Syariat Islam sedemikian rupa disikapi secara antipati, padahal sejak merdeka kita selalu melestarikan “syariat Belanda”? Bukankah pemikiran-pemikiran yang menjiwai konstitusi dan sistem tata negara kita berasal dari pengaruh pendidikan Belanda? Bahkan KUHP kita juga “mencangkok” dari Belanda. Istilah-istilah hukum atau istilah ketata-negaraan, masih banyak yang memakai istilah Belanda. Apakah terhadap “syariat penjajah” itu boleh-boleh saja, sementara terhadap Syariat Islam yang telah membebaskan Indonesia dari penjajahan selalu disikapi antipati? Jawablah dengan sepenuh kejujuran hati!

((b)) Bangsa Indonesia selama ini sudah kenyang dengan pengalaman berhukum dengan hukum sekuler/Belanda, lalu kita tahu hasilnya. Bangsa ini bukannya menjadi adil, makmur, tata tentrem kerta raharjo, tetapi malah terpuruk dalam sistem penjajahan model baru. Penderitaan, sengsara, dan hina menjadi wajah kontemporer negeri ini. Tidakkah hal itu membuktikan, bahwa sistem hukum yang kita pakai adalah keliru? Kemudian lihatlah berbagai dampak positif dari penerapan nilai-nilai Islam seperti dalam UU Perkawinan, UU Zakat, UU Perbankan Syariah, sistem pendidikan Islam, legalisasi jilbab, label halal MUI, dan lain-lain! Apakah penerapan Syariat Islam yang aplikatif itu lebih banyak merugikan bangsa atau menguntungkan? Semua kalangan merasakan, bahwa sistem hukum Islam aplikatif itu sangat besar maslahatnya. Alhamdulillah. Apakah bangsa ini mau disebut bangsa tidak berakal, karena tidak bisa membedakan dampak dua jenis hukum itu?

((c)) Terhadap wilayah-wilayah yang dihuni oleh mayoritas Kristen atau Katholik, kita bisa merumuskan ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat khusus, dengan semangat sinergis, saling menghargai antara kepentingan Muslim dan non Muslim. Hukum Islam tidak mencampuri hak-hak ritual peribadahan, tradisi komunitas, dan identitas keagamaan mereka. Namun dalam masalah-masalah yang menyangkut hukum secara umum, dalam hal pidana dan perdata, tentu diseragamkan agar tidak pilih kasih. Toh, tujuan penegakan hukum juga untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Disini kita bisa mencontoh spirit sinergi yang dilakukan Rasulullah dan kaum Yahudi Madinah yang tertuang dalam Piagam Madinah. (Mohon dibedakan antara Piagam Madinah sebagai spirit konstitusi secara umum, dengan Piagam Madinah dalam kasus-kasus khusus).

((d)) Terhadap wilayah-wilayah yang dihuni oleh mayoritas penganut Hindu, juga perlu dirumuskan ketentuan hukum yang bersifat khusus dan sinergis. Dalam hal ini kita harus ingat, bahwa Rasulullah Saw. juga pernah menandatangani kesepakatan damai dengan orang-orang Makkah di Hudaibiyyah. Kita butuh kesepakatan untuk saling menjaga kepentingan masing-masing dan tidak merugikan pihak lain.

((e)) Secara umum Syariat Islam melarang wilayah-wilayah yang mayoritas berpenduduk non Muslim untuk memisahkan diri. Hal itu merupakan bughat (pembangkangan) yang berbahaya. Perjanjian atau kesepakatan bisa diupayakan, dengan menutup segala celah bagi gerakan separatisme. Jika kesepakatan itu kemudian dilanggar, perlu dilakukan berbagai upaya damai untuk maju ke meja perundingan dan menghindari konflik. Jika langkah damai masih dilanggar juga, maka Jihad Fi Sabilillah akan menjawabnya. Langkah terakhir ini persis seperti ucapan almarhum KH. Wahid Hasyim, mantan Ketua PBNU, ketika beliau mengecam pidato Soekarno di Amuntai sekitar tahun 1953. Beliau menentang keras jika Syariat Islam dianggap tidak bisa menghadapi ancaman separatisme dari Indonesia Timur.

Idealnya, Syariat Islam bisa ditegakkan sempurna seperti di jaman Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin. Tetapi jika tidak mampu, ya kita tunaikan sebagian, asal jangan ditinggalkan sama sekali. Seperti sebuah kaidah Islami, “Sesuatu yang tidak bisa diambil semuanya, tidak ditinggalkan sebagiannya.” Dengan ijin dan rahmat Allah, insya Allah kendala-kendala penegakan Syariat Islam bisa dicarikan solusi sebaik-baiknya. Saya rasa hal itu bisa menjawab omong kosong Syafi’i Ma’arif, seorang pengagum berat Hatta, yang sangat alergi dengan penerapan Syariat Islam. Padahal, seseorang yang antipati kepada Syariat Islam, dia bisa keluar dari agama ini tanpa disadarinya. Toh, Islam tidak pernah merasa butuh kepada orang-orang seperti itu. Ironis sekali, mereka merasa dirinya penting dan dibutuhkan oleh Islam, padahal Islam mengatakan kepadanya, “Lu tuh siapa, man?” Justru tanpa kemurahan Islam, mereka tidak punya apa-apa!

Demikian sekelumit artikel yang bisa saya goreskan. Isi artikel ini adalah wacana, bisa benar bisa pula tidak. Namun saya bertanggung-jawab atas isinya. Saya bersedia berdialog, menerima masukan, atau menelaah kajian tertentu yang ditujukan untuk mengkritisi tulisan ini. “Kebenaran lebih utama dari apapun,” kata Ibnu Baz rahimahullah menasehatkan.

Akhirnya, setiap yang benar datang dari Allah Ta’ala, sedangkan yang salah dari diriku sendiri dan bisikan syaitan. Semoga Allah memudahkan jalan bagi kaum Muslimin Indonesia untuk memperbaiki hidupnya melalui perbaikan aturan, dari sistem non Islam menjadi sistem Islami. Semoga Allah memberi kita istiqamah dalam memperjuangkan agama-Nya, dan semoga Allah Ta’ala menjaga kita, keluarga, dan kaum Muslimin dari segala kebinasaan fitnah dan kezhaliman musuh-Nya. Amin Allahumma amin. Wallahu a’lam bisshawaab.

Bandung, 20 Oktober 2008.

[Abu Muhammad Waskito].

Apa yang Diharapkan Kaum Muslim dari Barack Obama

Thursday, November 20, 2008

Berfokus pada Amal Kebaikan

http://www.eramuslim.com/oase-iman/berfokus-pada-amal-kebaikan.htm

Ada satu peristiwa berkesan yang mencerminkan tipikal utama dari masyarakat Madinah, yaitu selalu antusias untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Suatu ketika orang-orang miskin Madinah mengadu kepada Rasulullah Saw,
Ya Rasulullah, kami merasa iri dengan saudara-saudara kami yang diberi kelapangan harta. Kami sholat, mereka juga sholat. Kami berpuasa, mereka juga berpuasa. Kami bertilawah Quran, mereka juga bertilawah Quran. Tetapi begitu mereka bersedekah karena kelapangan harta mereka, kami tidak bisa seperti mereka.

Kemudian Rasulullah Saw menghibur orang-orang miskin itu dan memberikan sebuah tips kepada mereka,
Maukah aku tunjukkan amalan yang bisa menyamai mereka sebagai ganti karena engkau tidak mampu bersedekah?. Bacalah setelah sholat: subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, dan tutuplah dengan laa ilaaha illa allahu wahdahu laa syarilahu lahul mulku walahulhamdu wahua ‘ala kulli syaiin qodir.

Orang-orang miskin Madinah pun menerima “tips” dari Rasulullah Saw itu dengan suka cita. Kini mereka merasa terhibur dan merasa bangga karena akan segera mampu menyamai amal orang-orang kaya Madinah. Kemudian mereka pun mempraktekkannya.

Namun “tips” dari Rasulullah Saw itu pada akhirnya sampai juga di telingga orang-orang kaya Madinah, sehingga mereka pun mempraktekkan amalan yang serupa dilakukan oleh orang-orang miskin itu. Kembali orang-orang miskin Madinah itu mengadu ke hadapan Rasulullah Saw,

Ya Rasulullah, mereka (orang-orang kaya Madinah) mempraktekkan serupa amalan-amalan yang kami lakukan itu.” Rasulullah Saw menjawab bahwa itulah kelebihan mereka yang diberikan harta sementara mereka banyak bersedekah dengan harta yang dimilikinya itu.

***

Saat ini, seringkali kita memiliki persepsi yang kurang proporsional tentang kaya dan miskin. Orang kaya merasa bangga dengan kekayaannya dan menilai bahwa mereka yang miskin adalah mereka yang malas dan bodoh. Sementara orang miskin kadang merasa suci dan mencurigai bahwa orang-orang kaya telah merampas hak harta-harta mereka secara culas, dengan korupsi dan cara-cara yang melanggar rambu syari'ah. Semua itu bisa jadi disebabkan karena masing-masing tidak melihat amal kebaikan satu sama lainnya, yakni kebaikan yang tulus, tanpa motif atau tendensi apapun selain mengharapkan ridha dari Allah SWT. Orang miskin tidak pernah melihat bahwa orang kaya itu bersedekah atau beramal kebaikan, sementara orang kaya juga tidak pernah melihat orang miskin itu telah bekerja keras dan menunjukkan keseriusan dalam bekerja.

Rasulullah Saw mencontohkan dan memberi pelajaran bahwa dalam hidup ini yang seharusnya menjadi motif dan fokus adalah bagaimana agar selalu bisa berbuat baik dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan memproduksi amal sholeh. Andaipun mengejar harta, maka hasil perolehannya pun diniatkan dan diarahkan ke sana. Bukan karena prestise, status, dan motif-motif duniawi lainnya. Jika amal sholeh ini menjadi tolok ukur dari kemuliaan yang disepakati maka kaya dan miskin menjadi hal yang kurang relevan dalam kehidupan.

Alangkah indahnya jika semua elemen bangsa memiliki persepsi yang demikian. Saudara yang miskin akan mensyukuri saudaranya yang kaya karena yakin saudaranya itu akan menggunakan kekayaannya semata-semata untuk kebaikan dan menunaikan kewajiban hartanya itu dengan sempurna. Demikian juga saudara yang kaya akan selalu membantu mengentaskan saudaranya dari kemiskinan karena yakin bahwa jika ia menjadi kaya kelak, ia pun pasti akan mendayagunakan kekayaannya untuk kebaikan dan membantu saudara yang lainnya. Semua itu dibingkai oleh rasa persaudaraan (ukhuwwah) yang indah dimana masing-masing saling membantu dan bekerjasama untuk mencapai derajat yang mulia di sisi-Nya.

Kondisi real sering menampilkan hal yang sebaliknya. Yang kaya menampilkan aura bangga dan ujub, sedangkan yang miskin menampilkan aura iri dan dengki. Sebagai akibatnya, makna ukhuwwah dan persaudaraan yang hakiki makin jauh panggang dari api. Yang rugi adalah ummat ini, yang tidak pernah beranjak untuk perbaikan diri karena tidak berfokus pada inti masalah yang sejati. Yakni berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengangkat izzah dan harga diri.

Semoga Allah SWT mengaruniai kita dengan amal kebaikan atas dasar pemahaman yang benar dan ikhlas dalam melaksanakannya. Amin.

Wednesday, November 19, 2008

Riba: Definisi, Hukum, Dan Macamnya

Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/20/riba-definisi-hukum-dan-macamnya/

Definisi Riba

Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah)[1]. Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.[2] Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya[3]. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.[4] Dalam Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, disebutkan; menurut syariat, riba adalah aqad bathil dengan sifat tertentu, sama saja apakah di dalamnya ada tambahan maupun tidak. Perhatikanlah, anda memahami bahwa jual beli dirham dengan dirham yang pembayarannya ditunda adalah riba; dan di dalamnya tidak ada tambahan[5].

Di dalam Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan)[6].

Dalam Kitab Hasyiyyah al-Bajairamiy ‘ala al-Khathiib disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan, maupun keduanya)”. Riba dibagi menjadi tiga macam; riba fadlal, riba yadd, riba nasaa`[7]. Pengertian riba semacam ini juga disebutkan di dalam Kitab Mughniy al-Muhtaaj ila Ma’rifat al-Faadz al-Minhaaj.[8]

Hukum Riba

Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw

دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ

“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”[9]

Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim][10]

Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global[11].

Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer.[12] Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama[13].Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.[14]

Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global[15]. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih[16]. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah[17].

 

Jenis-jenis Riba

Riba terbagi menjadi empat macam; (1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadlal; (3) riba qaradl; (4) riba yadd.

Riba Nasii`ah. Riba Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru. Misalnya, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B; dengan perjanjian si B harus mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari 2009; dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib membayar tambahan atas keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran di sini bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu baru oleh si A kepada si B. Tambahan inilah yang disebut dengan riba nasii’ah.

Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;

الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ

” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]

Ibnu Abbas berkata: Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:

آلاَ إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ

Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).

Riba Fadlal. Riba fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis. Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra).

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا

“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).

عن فضالة قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا تباع حتى تفصل“

“Dari Fudhalah berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan), aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim dari Fudhalah)

Dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said:

أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بعث أخا بني عدي الأنصاري فاستعمله على خيبر، فقدم بتمر جنيب [نوع من التمر من أعلاه وأجوده] فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”أكلّ تمر خيبر هكذا“؟ قال: لا والله يا رسول الله، إنا لنشتري الصاع بالصاعين من الجمع [نوع من التمر الرديء وقد فسر بأنه الخليط من التمر]، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”لا تفعلوا ولكن مثلاً بمثل أو بيعوا هذا واشتروا بثمنه من هذا، وكذلك الميزان“

“Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim).

Riba al-Yadd. Riba yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ

“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)

الْوَرِقُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ

“Perak dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan; gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan“. [Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz IV, hal. 13]

Riba Qardl. Riba qaradl adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, ““Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput ker­ing, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]

Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]

Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.

Pelarangan riba qardl juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan (membuahkan bunga) adalah riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah, (edisi terjemahan); jilid xii, hal. 113]

Praktek-praktek riba yang sering dilakukan oleh bank adalah riba nasii’ah, dan riba qardl; dan kadang-kadang dalam transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba yadd maupun riba fadlal. Seorang Muslim wajib menjauhi sejauh-jauhnya praktek riba, apapun jenis riba itu, dan berapapun kuantitas riba yang diambilnya. Seluruhnya adalah haram dilakukan oleh seorang Muslim. [Syamsuddin Ramadhan An Nawiy- Lajnah Tsaqafiyyah]


[1] Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 6, hal. 7; Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quraan, juz 1, hal. 320; Mohammad Ali As-Saayis, Tafsiir Ayaat al-Ahkaam, juz 1, hal. 16; Subulus Salam, juz 3, 16; al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Abu Ishaq, Al-Mubadda’, juz 4, hal. 127; al-‘Inayah Syarh al-Hidayah, juz 9, hal. 291; al-Jauharah al-Nayyiirah, juz 2, hal. 298; Mughniy al-Muhtaaj ila Syarh al-Faadz al-Minhaaj, juz 6, hal. 309; Kitab Hasyiyyah al-Bajiiramiy ‘ala al-Khathiib, juz 7, hal.328; Syarh Muntahiy al-Idaraat, juz 5, hal. 10; Imam al-Jashshash, Ahkaam al-Quran, juz 2, hal. 183; Imam al-Jurjaniy, al-Ta’riifaat, juz 1, hal. 146; Imam al-Manawiy, al-Ta’aariif, juz 1, hal. 354; Abu Ishaq, Al-Mubadda’, juz 4, hal. 127; al-Bahutiy, al-Raudl al-Murbi’, juz 2, hal. 106; Kasyaaf al-Qanaa’, juz 3, hal. 251; Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25; Imam Al-Dimyathiy, I’anat al-Thaalibiin, juz 3, hal. 16; Imam Syaukaniy, Nail al-Authar, juz 5, 273;

[2] Imam Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 321

[3] Imam Suyuthiy, Tafsir Jalalain, surat al-Baqarah:275

[4] al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Fath al-Qadiir,juz 15, hal. 289

[5] Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, juz 2, hal. 298

[6] Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, juz 11, hal. 309; lihat juga Asniy al-Mathaalib, juz 7, hal. 471.

[7] Kitab Hasyiyyah al-Bajiiramiy ‘ala al-Khathiib, juz 7, hal.328

[8] Mughniy al-Muhtaaj ila Syarh al-Faadz al-Minhaaj, juz 6, hal. 309

[9] Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25

[10] Imam al-Syiraaziy, al-Muhadzdzab, juz 1, hal. 270

[11] Imam al-Shan’aaniy, Subul al-Salaam, juz 3, hal. 36

[12] Imam Al-Dimyathiy, I’anat al-Thaalibiin, juz 3, hal. 16

[13] Imam Syarbiniy, Kitab al-Iqna’, juz 2, hal. 633.

[14] Imam Syaukaniy, Sail al-Jiraar, juz 3, hal. 74

[15] Imam Nawawiy, Syarh Shahih Muslim, juz 11, hal. 9

[16] Mohammad Ali al-Saayis, Tafsiir Ayat al-Ahkaam, juz 1, hal. 162

[17] Abu Ishaq, al-Mubadda’, juz 4, hal. 127

Apa yang Diharapkan Kaum Muslim dari Barack Obama

Monday, November 3, 2008

Pemilu 2009: Umat Berharap Pada Partai Yang Memperjuangkan Syariah Islam

[AL-ISLAM Edisi 426] Tidak lama lagi Pemilu 2009 digelar. Anggaran biaya sekitar Rp 49,7 triliun telah disiapkan. Jauh-jauh hari partai peserta Pemilu—total 38 partai, belum termasuk partai lokal di Aceh (NAD)—sudah melakukan pemanasan dengan berbagai jurus dan strategi kampanye melalui berbagai media. Mereka pun telah menetapkan caleg-calegnya. Banyak artis, pengusaha dan orang kaya baru yang menjadi caleg (calon anggota legislatif). Kasak-kusuk koalisi, aliansi, kaukus atau berbagai istilah lain dijajaki. Intinya adalah tawar-menawar kepentingan antar partai.

Pertanyaannya: Dapatkah Pemilu 2009 membawa perubahan yang lebih baik bagi umat? Apakah umat/rakyat bisa berharap banyak pada partai-partai yang ada dan kepada para calegnya untuk mewujudkan keinginan-keinginan mereka?

Faktanya, jika dihitung sejak masa reformasi saja, negeri ini telah melakukan 3 (tiga) kali Pemilu. Tentu saja itu belum termasuk Pilkada yang—menurut Pengamat Politik Eep Saefullah Fatah—diselenggarakan 3 kali sehari (Kompas, 24/6/2008). Indonesia juga pernah disebut-sebut sebagai “juara demokrasi” karena kesuksesannya menyelenggarakan Pemilu 2004 yang dinilai amat demokratis, aman dan damai. Namun, ”suksesnya demokrasi” ini tidak pernah bertemu dengan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat/umat. Apalagi jika dikaitkan dengan keinginan umat Islam untuk menerapkan syariah Islam, yang justru semakin hari semakin menguat.

 

Yang Dirasakan Masyarakat

Banyaknya partai politik peserta Pemilu 2009 membuat rakyat kecil makin bingung. Rakyat tidak banyak tahu, partai-partai mana saja yang layak mendapat mandat untuk mewakili aspirasi mereka. Mungkin memang tidak ada partai yang layak untuk menjadi tempat menggantungkan harapan bagi rakyat. Dari berbagai survey yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survey nasional, ada kecenderungan umat sudah begitu apatis dan apriori alias tidak peduli terhadap elit penguasa baik yang duduk di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tingkat kepercayaan mereka terhadap institusi partai begitu rendah. “Setelah Pemilu 2004 usai terus terjadi penurunan hingga tahun 2007 ini,” ungkap pakar politik UGM Pratikno. Menurut Pratikno, hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan Asia Barometer. Hasil survei menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik mengalami penurunan dari 8 persen di tahun 2004, menjadi 5,8 persen di tahun 2007 (Detik.com, 18/12/2007).

Angka golput dalam berbagai Pilkada di berbagai daerah juga rata-rata cukup tinggi. Golput bahkan sering menjadi ”pemenang” Pilkada. Pilkada Jawa Barat, misalnya, hanya diikuti 65% rakyat. Ini berarti angka golput sebesar 35%, mengalahkan pasangan pemenang Pilgub Jabar yang 26%. Menurut Lembaga Survei Indonesia, jumlah pemilih golput dalam Pilgub Sumatera Utara sekitar 41%. Dalam Pilgub DKI Jakarta, yang golput 39,2%. Nilai ini setara dengan 2,25 juta orang pemilih. Padahal gubernur tepilih Fauzi Bowo hanya dipilih oleh 2 juta orang pemilih saja (35,1%). Untuk Pilgub Jawa Tengah angka golput mendekati 50%. Di tempat lain juga angka golput cukup tinggi: Kalsel (40%), Sumbar (37%), Jambi (34 %), Banten 40% dan Kepri 46%.

Tingginya tingkat golput ini sejalan dengan kecenderungan semakin melemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik berdasarkan hasil sejumlah survey selama ini, yang tercermin dari ketidakpercayaan mereka terhadap wakil-wakil partai politik di DPR. Jejak pendapat Kompas menggambarkan: 8,5% dari responden menganggap kinerja DPR buruk; 84% mengatakan DPR tidak serius mengawasi kerja Pemerintah, 52,5% UU produk DPR tidak memihak kepada rakyat (Kompas, 10/3/2008)

 

Harapan Umat: Syariah Islam?

Di tengah sikap pesimis masyarakat terhadap Pemilu, Pilkada, partai-partai yang ada dan para anggotanya yang duduk di DPR, ternyata ada kecenderungan di kalangan umat bahwa masa depan politik Indonesia ada pada syariah Islam. Beberapa survey menunjukkan dukungan masyarakat terhadap penerapan syariah Islam meningkat. Survey Roy Morgan Research yang terbaru (Juni 2008) menunjukkan: 52 persen rakyat Indonesia menuntut penerapan syariah Islam. Sebelumnya, hasil survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 dan 2002 (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002) menunjukkan: sebanyak 67% (2002) responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Padahal survei sebelumnya (2001) hanya 57,8% responden yang setuju dengan pendapat demikian. Ini berarti, ada peningkatan cukup tinggi, sekitar 10%.

Kecenderungan menguatnya dukungan masyarakat terhadap penerapan syariah Islam juga sejalan dengan hasil Survei WorldPublicOpinion.org, yang dilaksanakan di empat negara Islam—Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Maroko—pada Desember 2006 sampai Februari 2007. Hasil survesi menunjukkan bahwa mayoritas (2/3 responden) menyetujui penyatuan semua negara Islam ke dalam sebuah pemerintahan Islam (Khilafah). Hasil survei itu juga—bekerjasama dengan University of Maryland—memperlihatkan bahwa mayoritas responden (sekitar 3/4) setuju dengan upaya untuk mewajibkan syariah Islam di tengah masyarakat, sekaligus mencampakkan nilai-nilai Barat. Khusus untuk Indonesia, survei menunjukkan mayoritas (53%) responden menyetujui pelaksanaan syariah Islam.

Hasil survei Gerakan Mahasiswa Nasionalis di kampus-kampus utama di Indonesia tahun 2006 juga membuktikan, bahwa 80% mahasiswa menginginkan syariah Islam diterapkan. Yang paling mutakhir, survei SEM Institute tahun 2008 juga membuktikan hal yang sama: semakin menguatnya dukungan umat terhadap penerapan syariah Islam, yakni mencapai 83%!

Jika ini menjadi tren global, pertanyaannya: apa yang menjadi pemicunya? Jawabannya tentu bisa dikembalikan pada sikap umat yang sudah muak dengan praktik Kapitalisme dan Sekularisme dengan berbagai dampak yang selama ini harus mereka alami. Fenomena golput yang terus meningkat dalam Pilkada juga membuktikan hal yang sama. Rakyat sudah paham betul, bahwa proses-proses perubahan yang terjadi melalui pemilihan langsung, baik legislatif maupun eksekutif, nyatanya tidak mengubah sedikit pun nasib mereka. Umat sudah sadar, bahwa pergantian orang tidak akan mengubah apa-apa. Kini mereka menuntut, agar sistem sekular yang selama ini membuat sengsara hidup mereka juga harus diganti. Gantinya adalah sistem syariah. Itulah kesimpulan yang bisa kita baca dari hasil survei tersebut.

 

Umat Mendambakan Partai Yang Memperjuangkan Syariah

Kalau betul rakyat menginginkan syariah, mengapa partai-partai Islam yang ada tidak pernah menang dalam Pemilu. Mengapa mereka selalu kalah suara oleh partai-partai sekular? Idealnya, jika rakyat memang menginginkan syariah, partai-partai Islam itu harusnya menjadi pemenang Pemilu.

Jawabannya, ada dua kemungkinan. Pertama: hasrat rakyat untuk bersyariah memang sudah membuncah. Namun, ketika hendak disalurkan, mereka belum melihat adanya partai politik, termasuk partai Islam, yang benar-benar memperjuangan penerapan syariah, sebagaimana yang mereka dambakan. Pada titik ini, mereka berdiri di persimpangan jalan; antara memilih partai-partai yang ada dengan mengorbankan hasrat mereka (dengan alasan, daripada tidak memilih) dan tidak memilih alias golput, karena memang tidak ada pilihan. Barangkali sikap terakhir inilah yang mereka pilih sehingga angka golput diprediksikan bakal terus meningkat, termasuk dalam Pemilu 2009.

Kedua: partai politik yang ada memang tidak pernah melakukan pendidikan politik kepada umat sehingga antara hasrat umat untuk bersyariah dan pilihan mereka menjadi tidak sama. Artinya, antara harapan umat dan pilihan politik mereka menjadi tidak ”nyambung”.

Karena itu, wajar jika ada sejumlah tokoh yang menyarankan, agar ”kekosongan” ini segera diisi oleh partai politik Islam ideologis yang benar-benar memperjuangkan syariah Islam yang didukung oleh para polikus Islam ideologis yang berani, ikhlas dan benar-benar berjuang untuk melayani dan mengurus umat.

Aktivitas parpol yang berideologi Islam seluruhnya harus terikat dengan hukum-hukum Islam yang menjadi mercusuarnya. Semua itu akan berjalan jika parpol ideologis Islam tersebut dibangun di atas 3 unsur:

1) Fikrah (ide) dan tharîqah (metode perjuangan)-nya bersifat ideologis, jelas dan tegas hingga ke bagian-bagian terkecilnya;

2) Bertumpu pada orang-orang yang memiliki kesadaran politik yang benar, memiliki niat hanya untuk memperjuangkan Islam dan kaum Muslim serta hanya mencari keridhaan Allah semata;

3) Ikatan yang menjalin anggota parpol, simpatisan maupun pendukungnya adalah akidah Islam.

Dengan parpol seperti inilah umat Islam akan meraih kemenangan sejati, yakni ketika mereka berhasil menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Sebab, penerapan syariah Islam, di samping merupakan kewajiban syar’i, juga akan mampu menyelesikan persolan bangsa ini secara tuntas.

Walhasil, kini umat tidak membutuhkan partai sekular atau partai Islam yang hanya sekadar namanya saja. Umat kini membutuhkan partai baru, dengan harapan baru. Itulah partai Islam ideologis yang berusaha untuk memperjuangkan penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang dikehendaki Allah SWT melalui firman-Nya:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah/organisasi/partai) yang menyerukan kebajikan (Islam) serta melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb

Sunday, November 2, 2008

Konsep Khilafah VS Demokrasi

 

Today's Dialog yang satu ini lebih mirip dagelan, dimana narasumber yang dihadirkan 2 berasal dari Islam Liberal, dan satu dari HTI. Dari dimulainya sampai berakhirnya, semuanya kecuali jubir HTI cuman mengutip sana sini dari ulama liberal sana dan ulama liberal sini. Bahkan mahasiswa yang bertanya pun sepertinya sudah dibisiki oleh JIL, karena model pertanyaannya mirip sekali dengan pernyataan-pernyataan dua narasumber liberal tadi. Untungnya, Jubir HTI Ismail Yusanto sudah terbiasa dengan argumen-argumen seperti itu. Bahkan Pertanyaan sang mahasiswa pun di balikkan dengan mudahnya.

 

Tayangan ini pun lantas langsung mendapat tanggapan yang sama panasnya, seperti yang diambil dari http://hizbut-tahrir.or.id/2008/10/30/todays-dialogeu-metro-tv-khilafah-vs-demokrasi-menyimak-tanggapan-pemirsa/

 

Ass. Mantap ust. Seandainya Rasul mencontohkan, ingin sy habisi munafik di kiri dan kanan antum. +62811425xxx

+++

Itu adalah satu dari puluhan sms bernada marah yang masuk ke handphone saya beberapa saat usai acara Today’s Dialogue Metro TV, Selasa 30 September jam 22.05 lalu. Menanggapi sms seperti itu, tentu tidak boleh saya ikut-ikutan emosional. Saya tanggapi sms-sms semacam itu dengan mengutip penggalan sebuah hadis Nabi, lam nu’mar bi dzalika ba’da. Intinya, bahwa kita tidak diperintahkan untuk melakukan hal seperti itu.

Acara berdurasi 1 jam malam itu memang mengambil topik ‘panas’, “Demokrasi vs Khilafah”; menghadirkan Koordinator JIL, Abdul Moqsith Ghazali, Dosen Universitas Paramadina Novriantoni dan Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, dengan pembawa acara Meutia Hafidz.

Sekilas, dua pembicara pertama berasal dari dua institusi berbeda. Namun, keduanya sama saja. Jika disebut dari JIL, Novriantoni juga anggota JIL. Jika disebut Paramadina, Moqsith juga dosen Universitas Paramadina. Walhasil, tidak salah bila pemirsa menilai, ini dialog keroyokan JIL menghadapi HTI. Malah ada pemirsa yang menilai, pembicara dari HTI bukan hanya dikeroyok 2, tapi 3 orang karena pembawa acara, Meutia Hafidz, ikut-ikutan “mengeroyok’ dengan memberikan waktu lebih kepada dua pembicara dari JIL itu. Jadi, tak heran jika sejumlah tudingan miring pemirsa lantas dialamatkan kepada Metro TV.

Mas Ismail.. selama ini ada pertanyaan yg menggelayut d dalam hati sy: “Apakah Metro Tv sudah menjadi TV yg spesialis ANTI ISLAM??? Malam ini– Alhamdulillah-sudah terjawab,jawabanx: IYA. Dari setiap episode Todays Dialog sebelumx yg selalu saja menampilkn 2 pmbicara dari pihak sekuler yg d biarkan (baca: sengaja) mengeroyok rame2 1 orang pmbcr dari fihak ISLAM. Benar2 skenario ketidak adilan yg NYATA dari fihak Metro TV. +6285248695xxx

Aww, ga adil euy metro tv, masa 2vs1. Pk..km smwa do’ain bpk…innallaha ma’ana.. +6281381793xxx

+++

Menghadapi diskusi keroyokan seperti itu, ditambah dengan sikap dua pembicara dari JIL yang memang terkesan sangat arogan dan sangat menyepelekan atau malah melecehkan gagasan khilafah, ada 3 pilihan sikap. Pertama: terpancing emosi. Kedua: menanggapi sekenanya atau dengan guyonan. Ketiga: menyikapinya dengan serius karena ini adalah kesempatan bagus untuk sebisanya menjelaskan kepada khalayak tentang topik pembahasan yang sangat penting, yang baru diinfokan sesaat sebelum acara dimulai. Pilihan ketiga itulah yang diambil meski tidak mudah karena kesempatan yang sangat terbatas. Namun tampaknya, strategi itu cukup berhasil, terlihat dari respon pemirsa di antaranya dari tokoh PAN, Pak Abdillah Toha.

Ustadz Ismail, minal aidin wal faizin. Stlh menyimak Today’s Dialogue mlm ini, walau topiknya memang debatable, kesan saya, lawan2 bicara anda (terutama yg dari JIL) cenderung angkuh dan liberal minded. Hormat saya kpd anda yg, walau dikeroyok, menghadapi mereka dgn argumen yg konsisten dan dingin. Kalau boleh urun rembug, apakah tidak sebaiknya HTI pada tahap ini memasyarakatkan perlunya persatuan Islam, sebelum memasarkan khilafah, yg akan datang dgn sendirinya bila ummah sdh bersatu. Salam, Abdillah Toha.

Allahuakbar! 3x. Awal2 sesak nafas saya ustad diframe diantara para sekuler laknatullah. Ht dihina, Islam dihina. Tetapi ustad tetap tenang, bahkan pada akhirnya bisa membalikkan keadaan, dg mngatakan bahwa mereka para sekuler yg tidak punya solusi. Allahuakbar walillahil hamd. Semoga Allah memberikan Rahmat dan redhoNya kepada ustad. Amin. +6285274230xxx

Komentar teman kuliah, stlh lihat dialog todays: Subhanallah.. ustad ismail luar biasa… luas ilmunya dan sngt tenang dlm membungkam serangan2 orang2 JIL. +628121113xxx

Asslm Wr Wb, sy lihat todays dialogue metro TV hari ini, selamat pak…jawaban2 yg memberikan pencerahan…semoga setelah acara tsb, banyak response baik dari penonton. Taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, +6281310691xxx

Stlh mnyksikan todays dialog tdi mlm,saya salut atas ksabaran n keistiqomahn ustd dlm mnghdpi tantangan2 dkwh…”mrk yg meyakini bhwa mrk akn mnemui Allah brkata: btp bnyk klompok kcil mnghalahkn klmpok besar dgn izin Allah, dan Allah bsrta org2 yg sabar” +6281953728xxx

Selamat Idul Fitri 1429 H..Bravo utk ketangkasan ustd di medan perang kata2 Today Dialog Metro TV walau Ustd sendirian…+628111106xxx

Ass Salut buat bapak! Dlm today dialog. Sy dukung bapak! Allahu akbar. Kehebatan di tengah orang2 JIL dlm dialog tersebut sangat memukau! & menyentuh akal nurani. Mhn maaf lahir batin. +6281385289xxx

+++

Sikap angkuh, melecehkan dan menyepelekan ide khilafah menjadi bumerang buat pembicara dari JIL. Pantas banyak sekali pemirsa yang kesal dibuatnya. Apalagi memang faktanya mereka tidak memiliki konsep. Hanya sekadar menolak ide khilafah.

Sy nonton todays dilaogue td mlm mas, bebal ya org jil..hehe.. +6285244136xxx

Dari awal jil mjelek2an HT, itu bukan ciri muslim. Jil antek AS memang punya konsep apa? + 62817191xxx

Kaum munafiq/org JIL (jrgn iblis liar) kan mmg sdh tdk percaya pd al quran & as sunnah… Mrk sbnr’nya kan org linglung. B’debat dg mrk, bikin capek..+6281381131xxx

Aslm ust..sy melihat Todays dialog sangat tidak seimbang. Tampak kebencian dan kebodohan mrk akan konsep khilafah +6281271671xxx

Kata Ayah saya Jaman penjajahan dulu antek2 penjajah dan org2 yg terbiasa dijajah menganggap cita2 agar Indons Merdeka suatu hal yg Utopis, hal itu terulang di saat ini antek2 AS dan Yahudi serta org2 yg telah terbiasa terjajah menganggap KHILAFAH suatu hal Utopis…sadarkah antek AS n Zionist! +628161654xxx

Allahuakbar!!! Janji Allah, syariah dan khilafah akan tegak! Bukan utopis! Org2 kafir dan antek2x akan masuk neraka… +6285241692xxx

+++

Sebaliknya, meski dilecehkan begitu rupa, kebenaran tentang ide khilafah tidak bisa ditutupi. Keyakinan akan tegaknya kembali khilafah tetap kokoh. Apresiasi positif justru ditujukan kepada HTI yang konsisten terus menggelorakan perjuangan penegakan khilafah.

Allahu akbar, pa is umat yg bnar2 beriman+bnar islam slrh dunia sgt mrindukan khilafah. Allah mh benar&mh tau mn org2 yg imannya bnar. Mdh2an khilafah sgr tgk. +6285759045xxx

Apa yg ustdz smpaikan semakin jelas bahwa sesungguhnya islm itu punya sistm sndri yg kurgn dikethui umt islm termsk penolakn dari jil. Hizbt tahrir punya jasa besar dlm menyebrkn sistm islm yg sengaja dikubur makanya saya tersenth kalau ada selain khilfh utk menyelesaikn berbagai problm ummt di selurh dunia jil tdk bisa memberikn jwbnnya maka jelas khilafh dikernkan sosialis komuns sdh kolap duluan kapitalis diambng kehancuran +6285650800xxx

Ass, Ust, mskipun anda trlihat ’trsudutkn’ dlm Todays Dialogue kmrn,tp kbnran ttp tmpak dlm ide yg anda smpaikn,kami smua yakin kbnaran yg haq hnya milik Allah. +6281553123xxx

ALLAHU AKBAR 3X ust luar biasa dlm acr today dialogue td….Subhanallah mrk membuat makar akan tetapi makar Allah yg tetap menang.Mrk tdk punya konsep.Inilah Makar ALLAH melalui ust. Subhanallah walhamdulillah wallahu akbar. +6281363417xxx

+++

Benar, terlalu banyak untuk disebut makar yang telah dibuat oleh kekuatan sekular global yang ditopang oleh media massa dengan dukungan pemikir dan tokoh sekuler berikut anak didik dan anak cucunya di dalam dan di luar negeri yang berusaha keras menghentikan laju berkembangnya gagasan khilafah, tapi makar Allah lah yang pasti menang. Buktinya, semakin dihambat, gagasan khilafah justru semakin berkembang, semakin diterima dan dirasakan semakin urgent sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi problematika umat.

Karena itu, seperti tanggapan seorang pemirsa, mudah-mudahan dialog itu memberikan pengaruh baik kepada khalayak.

Subhanallah,luar biasa pak.Baru kali ini ada bhsn di tv khilafah vs demokrasi.Smoga brdampak luar biasa juga.Allahuakbar! +628157937xxx

Wallahu’alam bi al-shawab. [Kantor Jubir HTI-Jakarta]

Krisis Global, Runtuhnya Ekonomi Kapitalis

 

Krisis Global yang terjadi belakangan ini memang menarik untuk diikuti, bagaimana sebuah negara adidaya yang begitu berkuasa limbung oleh sistem perekonomian yang notabene adalah sistem yang mereka rancang sendiri.

Yang mengejutkan sebetulnya adalah bahwa krisis ini sering sekali terjadi mulai dari tahun 1907, 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1998 – 2001 dan 2008. Kalau kita perhatikan, bahwa sesungguhnya krisis ekonomi ini merupakan sebuah siklus yang pasti terjadi dalam sistem liberal. Bahayanya, siklus ini semakin terjadi semakin pendek, memakan waktu lebih lama untuk recovery nya dan selalu lebih parah dari krisis yang sebelumnya.

Sistem ini pun akhirnya di tambal sulam dengan berbagai cara yang notabene juga tidak mengadakan perubahan secara fundamental.

Melihat dialog diatas yang disiarkan oleh Metro TV, terlihat jelas bahwa pemerintah yang diwakili Andi Malarangeng sebetulnya tidak begitu memahami apa yang sebenarnya terjadi pada perekonomian dunia. Terlihat jelas dalam setiap argumen-argumennya bahwa pemerintah betul-betul menetapkan sistem kapitalis yang sesungguhnya sudah nyata kehancurannya.

Ketimbang mencari jalan keluar dengan menyelamatkan dan menggerakkan sektor realnya, mereka lebih memilih menyelamatkan sektor non real yang dipegang peranannya oleh orang-orang kaya atau pemegang modal. Di sini juga terlihat bahwa pemerintah lebih cenderung menyelamatkan orang-orang kaya ketimbang masyarakat Indonesia pada umumnya yang berada di bawah garis kemiskinan.

Andi Malarangeng malah jelas-jelas mengatakan bahwa sektor non real ini memang sangat spekulatif sehingga pemerintah mencoba campur tangan sehingga spekulatif ini bisa menjadi prediktif. Ini bukannya judi ya?. Jadi pada hakekatnya kita sedang bermain judi yang mempertaruhkan 250 juta jiwa masyarakat Indonesia.

Bu Hendri pun sempat menjelaskan bahwa Indonesia akhirnya berhutang lagi pada IMF untuk menyelamatkan perekonomiannya, dan IMF pun merespon dengan memberi solusi kebijakan ekonomi yang aneh. Aneh? Yup, karena disaat negara-negara besar di dunia seperti Amerika dan Inggris sibuk menurunkan suku bunga bank nya, IMF malah menyarankan menaikkan suku bunga kita dan disetujui pula oleh pemerintah.

Makin aneh lagi, karena pemerintah kita diminta untuk mengurangi campur tangan ke pasar dan membiarkan pasar merecovery dirinya sendiri. Ini juga aneh, karena Amerika dan Inggris, malah campur tangan dengan menggelontorkan sejumlah besar dananya dalam jumlah yang sangat fantastis ke pasar untuk mempertahankan kondisi pasar yang demikian hancur.

Andi Malarangeng pun sepertinya harus belajar lagi untuk menghormati pendapat orang lain, karena dalam dialog ini dapat terlihat selain tidak menguasai pokok permasalahannya, beliau juga tidak menghargai pembicara lainnya. Tidak seperti Ibu Hendri Saparini atau bapak Tun Kelana Jaya, dan Pak Erwin yang begitu tertib, tapi Andi Malarangeng begitu grasak-grusuk memotong pembicaraan-pembicaraan nara sumber begitu saja, berusaha tampak pintar dan penting padahal tidak menguasai materi sama sekali. Terlihat bahwa beliau begitu kepanasan mendengar beberapa kebijakan-kebijakan yang ditutup-tutupi sekian lama dibuka satu per satu oleh nara sumber. Beliau terlalu memaksakan bahwa tidak ada bentuk ekonomi lain yang berjalan di dunia ini. Benarkah?

Yah namanya juga orang pemerintah, gak pernah bisa bermain fair.