Sunday, August 31, 2008

Uqdatul Kubro

Bismillahir Rohmanir Rohiim,

 

 6-162 (Al-Anam)-2

6-162 (Al-Anam)

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

(QS. Al-An'am (6) : 162)

 

Uqdatul Kubro secara bahasa artinya adalah simpul besar. Banyak juga diartikan sebagai simpul kehidupan yang sangat besar.

Kenapa dikatakan sebagai simpul? Karena pada hakekatnya uqdatul qubro adalah 3 pertanyaan mendasar tentang kehidupan yang pasti dialami dan dijawab oleh setiap manusia, baik secara sadar maupun tidak. Dan munculnya filsafat juga pada hakekatnya adalah untuk mengurai simpul kehidupan ini.

Bila pertanyaan ini berhasil dijawab, maka seseorang akan memiliki landasan kehidupan sekaligus tuntutan dan tujuan hidupnya atau dengan kata lain menjadi ideologi pribadinya.

Bagaimana bila tidak berhasil di jawab? maka orang tersebut akan terus berada dalam kebimbangan dalam hidupnya.

Saya pribadi adalah seorang SuFi (Suka Film) dan penggemar komik sejati. Dari semua film yang telah saya tonton seperti Lord Of The Rings, The Matrix, Spiderman, Batman, Sweet November dan banyak lainnya. Dan berbagai macam komik, mulai dari Doraemon, Samurai X, Naruto, Full Metal Al-Chemist dan lainnya. saya menyimpulkan bahwa cerita-cerita tersebut pada intinya adalah usaha sang tokoh untuk menjawab Uqdatul Kubro ini, walaupun dengan cara yang salah, mustahil dan jauh dari ajaran Islam.

Jadi, apakah 3 pertanyaan itu?

1. Dari manakah manusia dan kehidupan ini?

2. Untuk apa manusia dan kehidupan ini diciptakan?

3. Akan kemanakah manusia dan kehidupan ini?

 

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat sederhana, tapi impactnya sangat besar terhadap kehidupan kita.

Manusia dalam usahanya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas telah menghasilkan berbagai macam pemikiran yang menjadi pegangan hidupnya yang dalam Islam disebut sebagai Aqidah. Adapun aqidah yang nantinya di legitimate atau disahkan menjadi suatu pegangan dalam sebuah negara disebut dengan Ideologi.

Dari semua aqidah tersebut, saya menyimpulkan hanya ada 2 macam aqidah/pemikiran.

1. Materialisme

Materialisme memandang bahwa kehidupan ini ada dengan sendirinya, makhluk hidup berasal dari tanah/materi dan akan kembali menjadi tanah/materi, oleh karenanya kita hidup untuk mencari kebahagiaan materi selama kita mampu. Materialisme tidak meyakini adanya hal gaib seperti tuhan, ruh, akhirat, pahala dan dosa, dan lainnya. Mereka percaya segalanya materi belaka. Mereka tidak mengakui eksistensi agama.

Materialisme sendiri akan melahirkan komunisme sebagai Ideologinya.

2. Agamis (Semua agama, tidak hanya Islam)

Agamis memandang bahwa dibalik kehidupan ini ada sang pencipta, yang mengadakan seluruh alam, termasuk dirinya, memberi tugas kehidupan pada manusia, dan kelak ada kehidupan lain setelah dunia ini, yang akan membalas semua kehidupan dunia ini.

Semua agama kecuali Islam akan melahirkan sistem Teokrasi sebagai Ideologinya.

 

Dua jawaban ini bukan berdasar pada apa yang benar dan apa yang salah, tidak juga berdasar pada filsafat mengenai suatu ajaran tertentu, tetapi kesimpulan pribadi semata melihat begitu banyak ajaran-ajaran di dunia ini yang intinya adalah menjawab 3 pertanyaan dasar tadi.

Berdasarkan itu pula, maka saya berani berkata, bahwa ajaran lainnya adalah kombinasi dari 2 jawaban tersebut. Sebagai contoh :

1. Sekulerisme, yang notabene adalah kekecewaan para politisi dan ilmuwan terhadap ajaran sebagian besar agama yang tidak sanggup menjawab masalah-masalah dalam kehidupan ini, sehingga mereka memisahkan antara urusan agama dan urusan kehidupan.

2. Liberalisme, yang merupakan bentuk lain (bentuk lebih canggih) dari Sekulerisme yang membebaskan individu dari keterikatan negara dalam hal perekonomian. Jadi jangan kaget kalau dalam Liberalisme, semua hal di privatisasi dan dilegalkan atas nama kebebasan.

3. Demokrasi, yang merupakan bentuk sekulerisme yang berasal dari agama / norma adat. Artinya, peraturan-peraturan yang dibentuk, pada dasarnya adalah hukum-hukum agama / norma adat yang kemudian terkena imbas sekulerisme dan hukum-hukum agama / norma adat tersebut bergeser menjadi norma-norma umum yang berlaku di masyarakat. Kebenaran dalam demokrasi dalah ketika sebagian besar masyarakat menyatakan setuju, meskipun sudah tidak sesuai dengan hukum agama / norma adat.

Jadi jangan heran kalau Dewa 19 dalam lagunya yang berjudul Hidup adalah perjuangan berkata :

...

Kebenaran hari ini
Bukanlah berarti
kebenaran saat nanti
Kebenaran bukanlah kenyataan
...

 

Selanjutnya, saya tidak akan membahas maupun menanggapi komentar-komentar tentang pemikiran-pemikiran diatas, karena tentu saja banyak sekali pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat saya.

 

Pemecahan Uqdatul Kubro

Pemecahan yang benar tentang masalah ini tidak akan terbentuk kecuali dengan pemikiran yang jernih dan menyeluruh tentang (1) alam semesta (al kaun), (2) manusia (al insan) dan (3) kehidupan (Al hayaah) serta hubungan ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan ini.

 

1. Proses Keimanan terhadap Al-Kholiq (Sang Pencipta)

Sudah menjadi fitrah manusia untuk mengakui adanya Tuhan Sang Pencipta (Al-Kholiq). Dan meskipun kaum sekuler / komunis tidak mengakui adanya tuhan, mereka begitu mengagung-agungkan tokoh-tokoh komunis sampai lebih menyerupai penyembahan terhadap tuhan.

Kita sempat terkecoh dan terjebak dengan pemikiran-pemikiran kaum komunis tentang keberadaan Tuhan, bagaimana Tuhan tidak bisa dilihat dan tidak berwujud maka Tuhan itu tidak ada?

Untuk membuktikan keberadaan Tuhan, sebetulnya cukup mudah, semudah membalikkan telapak tangan, kita hanya perlu membalik pertanyaannya, bukan buktikan bahwa Tuhan itu ada, tetapi buktikan bahwa Tuhan itu tidak ada!

Manusia, hewan dan tumbuhan berasal dari ketiadaan, kemudian ada, tumbuh dan berkembang untuk kemudian menjadi tidak ada lagi. Kita semua tahu, bahwa segalanya berasal dari ketiadaan, menjadi ada dan kembali menjadi tidak ada. Tidak hanya manusia, hewan, maupun tumbuhan, tetapi segala sesuatu yang kita jumpai dalam hidup ini mengalami proses yang sama yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa segalanya bersifat terbatas, dari 'ketiadaannya' hingga batas waktu yang tidak bisa dilampauinya lagi.

 

03-19 (Ali-Imron)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

(QS. Ali-Imron (3) : 190)

 

Dan sekumpulan benda-benda yang bersifat terbatas adalah terbatas juga, termasuk alam semesta ini. Manusia bersandar pada banyak hal, termasuk udara, air, tumbuhan, dan hewan. Demikian pula Tumbuhan dan hewan selalu bersandar pada yang lain karena keterbatasannya, maka bersandar kemanakah alam semesta dan seisinya ini?

Disini jelas bahwa diperlukan 'sesuatu yang lain', yang lebih hebat, yang menjadi tempat bersandar dan tidak menyandarkan dirinya pada yang lain. Inilah yang disebut sebagai Al-Khaliq atau Sang Pencipta.

Dalam menentukan sifat Al-Khaliq ini ada tiga kemungkinan,

Pertama, Diciptakan oleh yang lain. Please deh . . . Sang Pencipta diciptakan oleh yang lain? Lalu yang menciptakan sang pencipta nya sang pencipta siapa? Dan terus pertanyaannya berlajut seperti itu. Ini balik lagi ke pembahasan awal.

Kedua, Menciptakan dirinya sendiri. Stupid statement actually. Sangat gak masuk akal atawa irrasional.

Ketiga, Ia bersifat azali, wajibul wujud dan mutlak keberadaannya, dialah Allah SWT.

 

Iman kepada sang Khaliq ini merupakan sesuatu hal yang fitri dalam diri setiap manusia, yang datang dari perasaan hati yang ikhlas, akan tetapi perasaan hati ini sering menambah-nambah atas apa yang diimani dengan sesuatu yang berwujud sehingga dapat menjerumuskan kearah kesesatan / kekufuran. Oleh karenanya Islam tidak membiarkan perasaan hati ini sebagai satu-satunya jalan menuju iman.

Islam mengajarkan untuk tidak mempertanyakan atau mencoba mengindera tentang dzat Allah (sifat-sifat) secara langsung, tetapi memeritahkan kita untuk memahami dzat Allah melalui keberadaan ciptaan-ciptaanNya (QS. Ali-Imron (3): 190). Ini dikarenakan keterbatasan kemampuan indera manusia yang tidak akan sanggup menginder dzat Allah kecuali melalui ciptaanNya.

 

2. Proses Keimanan terhadap Rasul

Setelah kita mengimani sang Khaliq, maka kita selanjutnya melakukan pen-taqdis-an (pengagungan atau pensucian) yang selanjutnya kita kenal sebagai ibadah yang merupakan tali penghubung antara manusia dan PenciptaNya.

Apabila ibadah ini dibiarkan dengan sendirinya tanpa ada aturan, maka yang ada adalah kekacauan dan penyembahan dari selain dari pencipta yang sebenarnya.

Jadi harus ada aturan tertentu yang mengatur ini dengan baik, hanya saja aturan ini harus datang dari Al-Khaliq ke tangan manusia, maka tidak-boleh tidak, harus ada para Rasul yang menyampaikan agama ini.

Kenapa Allah tidak datang atau turun langsung memberikan aturan-aturan tersebut? Karena keterbatasan indera manusia, niscaya, manusia tidak akan sanggup untuk berhadapan langsung dengan Sang Khaliq.

Oleh karenanya, dalam Islam, tidak pernah ada istilah Tuhan turun ke bumi ataupun manusia / rasul menjadi Tuhan, karena Rasul itu jelas hanya seorang manusia yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyampaikan agama Allah.

 

3. Proses Keimanan terhadap Al-Qur'an Kalamullah

Hal paling mudah untuk membuktikan bahwa Al-Qur'an itu datang dari Allah SWT adalah bahwa telah terbukti Allah menjaga Al-Qur'an dari ayat terakhir turun hingga detik ini, isi Al-Qur'an tidak pernah berubah, segala daya dan usaha untuk merubahnya telah gagal, karena Allah SWT sendirilah yang menjaganya.

 

15-09 (Al-Hijr)

 

 

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.

(QS. Al-Hijr (15) : 9)

 

Oleh karenanya, terbukti sudah bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah yang terlindung dari campur tangan manusia.

Kita bisa lihat begitu banyak kitab-kitab suci diubah tangan manusia demi kepentingan manusia sehingga diragukan apakah ini perkataan Tuhannya ataukah hanya perkataan sang ahli kitab saja.

 

Konsekuensi  Iman kepada Allah, Rasulnya dan Al-Qur'an

Setelah kita beriman kepada Allah, Rasulnya, dan Al-Qur'an, maka kita telah wajib beriman terhadap apa saja yang dikabarkan oleh-Nya, baik yang dapat dicerna oleh akal maupun yang tidak.

Dari sini kita wajib beriman kepada hari kebangkitan dan pengumpulan (ba'ats), surga dan neraka, hisab dan siksa, malaikat, Jin dan Syaitan, serta apa yang diterangkan oleh Al-Qur'an dan Hadist qath'i.

Oleh karena itu kita wajib beriman kepada kehidupan sebelum dunia, yaitu adanya Allah SWT dan proses penciptaan oleh-Nya; serta beriman kepada kehidupan setelah dunia yaitu hari akhirat. Perkataan-perkataan Allah SWT merupakan tali penghubung (shilah) antara kehidupan sebelum dunia dan kehidupan dunia, yaitu hubungan penciptaan (shilatul haq); dan sekaligus menjadi penghubung antara kehidupan dunia dan kehidupan setelah dunia (shilatul muhasabah) dan pastilah manusia terikat oleh tali penghubung ini.

Oleh karenanya, manusia wajib berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, dan akan dihisab pada hari kiamat atas segala perbuatannya di dunia.

Disini kita telah berhasil menjawab uqdatul qubro dengan benar, bahwa sebelum adanya kehidupan ada Allah SWT; Kita berjalan diatas bumi ini karena Allah SWT dan sudah sepantasnya hanya untuk Allah SWT dan dengan peraturan Allah SWT; Untuk kemudian dihisab pada hari kiamat atas segala perbuatannya di dunia.

 

Selanjutnya

Setelah kita telah berhasil memecahkan uqdatul qubro, maka sudah saatnya kita beriman kepada semua yang diperintahkan Allah SWT, termasuk beriman kepada Syari'at Islam (sebagaimana terhadap aqidah Islam) sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an.

Seorang yang ingkar terhadap hukum-hukum syara' secara keseluruhan atau sebagian, dapat menyebabkan ia menjadi kufur, baik hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, uqubat (sanksi), ataupun math 'umat (yang berkaitan dengan makanan).

Alhamdulillahirrobil 'Allamiin.

Refrensi:

- Islam mulai akar ke daunnya

Yusuf Wibisono, dkk